"Korban memutuskan untuk memaafkan pelaku dan mendukung penyelesaian perkara melalui restorative justice," tambah Adre.
Keadilan restoratif diterapkan berdasarkan Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.
Pendekatan ini memungkinkan perkara dihentikan apabila memenuhi sejumlah kriteria, yaitu pelaku baru pertama kali melakukan tindak pidana, ancaman hukuman tidak lebih dari lima tahun, dan adanya kesepakatan damai antara pelaku dan korban.
BACA JUGA:Pemuda Siram Ayah Tiri dengan Air Keras : Korban Meninggal Setelah Tiga Bulan Dirawat !
BACA JUGA:Tensi Politik Jelang Pilkada OKU Memanas : Korcam Tim BERTAJI Lubuk Batang Kena Tikam OTK !
Proses perdamaian dilakukan dengan melibatkan berbagai pihak, termasuk keluarga pelaku, penyidik, serta tokoh masyarakat.
Hal ini untuk memastikan suasana kondusif dan menghindari konflik lebih lanjut. Pelaku, MAW, secara langsung meminta maaf kepada ibunya di hadapan saksi-saksi.
"Permintaan maaf tersebut diterima dengan baik oleh korban, yang menyatakan bahwa ia tidak ingin memperpanjang masalah ini," ungkap Adre.
Restorative justice sendiri mengedepankan penyelesaian perkara di luar persidangan dengan menitikberatkan pada pemulihan hubungan antara pelaku dan korban.
Dalam kasus ini, pelaku tidak perlu menjalani persidangan, namun ia tetap mendapatkan pelajaran moral dari perbuatannya.
Pendekatan keadilan restoratif telah banyak diterapkan di Indonesia, khususnya untuk perkara ringan atau tindak pidana pertama.
Menurut Adre, pendekatan ini memberikan manfaat yang signifikan, baik bagi korban maupun pelaku.
"Korban tidak perlu melewati proses pengadilan yang panjang dan melelahkan, sementara pelaku diberi kesempatan untuk memperbaiki diri tanpa harus masuk ke dalam sistem peradilan formal," ujarnya.
Selain itu, pendekatan ini juga mengurangi beban administrasi bagi lembaga peradilan dan menghindari potensi overcrowding di lembaga pemasyarakatan.
Dalam konteks keluarga, seperti kasus ini, pendekatan restorative justice membantu memperbaiki hubungan keluarga yang sempat retak akibat tindak pidana.
Pakar hukum pidana dari Universitas Sumatera Utara, Dr. Rinaldi Siregar, menilai penerapan keadilan restoratif sangat tepat dalam kasus ini.