“Kasus ini masih dalam tahap perencanaan dan belum masuk ke tahap pelaksanaan. Kami akan terus melakukan pendalaman terkait adanya dugaan korupsi di proyek besar ini," tambahnya.
Menurut Umaryadi, meskipun ada beberapa bukti yang sudah berhasil dikumpulkan, pihak kejaksaan memastikan akan terus menyelidiki lebih lanjut mengenai peran masing-masing tersangka dalam penggelapan anggaran tersebut.
Sebelumnya, Kejati Sumsel telah menetapkan lima tersangka dalam kasus korupsi proyek LRT Sumsel yang berlangsung dari tahun 2016 hingga 2020.
Kasus ini mengungkap adanya dugaan penyimpangan dalam penggunaan dana proyek yang berasal dari APBN dan APBD, yang berujung pada kerugian negara mencapai lebih dari Rp22 miliar.
Keempat tersangka pertama adalah sejumlah petinggi dari PT WK, perusahaan kontraktor yang terlibat dalam pengerjaan proyek LRT Sumsel.
Mereka adalah T yang menjabat sebagai Kepala Divisi II PT WK, IJH selaku Kepala Divisi Gedung II PT WK, SAP selaku Kepala Divisi Gedung III PT WK, serta BHW.
Adapun tersangka kelima, berinisial PB, merupakan mantan Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan RI yang menjabat pada periode Mei 2016 hingga Juli 2017.
Para tersangka ini diduga terlibat dalam praktik korupsi, penyalahgunaan wewenang, dan penggelapan dana yang dialokasikan untuk pembangunan LRT Sumsel, sebuah proyek ambisius yang bertujuan untuk meningkatkan infrastruktur transportasi di Sumatera Selatan.
"Penetapan tersangka ini dilakukan setelah kami menemukan bukti-bukti yang cukup terkait penyimpangan dalam proyek tersebut. Para tersangka terlibat dalam perencanaan dan pengelolaan anggaran yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku," ujar Kepala Kejaksaan Negeri Palembang, Hutamrin.
Kejaksaan Negeri Palembang, dalam hal ini, akan bertindak sebagai jaksa penuntut umum (JPU) dalam kasus ini. Hutamrin menegaskan bahwa Kejari Palembang akan terus berkoordinasi dengan Kejati Sumsel untuk memastikan kelancaran proses hukum, termasuk dalam persidangan yang melibatkan para tersangka.
“Kami akan terus berkoordinasi dengan Kejati Sumsel untuk memastikan bahwa kasus ini ditangani dengan baik. Jaksa penuntut umum dari Kejari Palembang akan menangani kasus ini hingga proses persidangan," jelas Hutamrin.
Dengan adanya koordinasi yang intensif antara Kejati dan Kejari Palembang, diharapkan penyelesaian kasus ini dapat dilakukan secara transparan dan sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku.
Proyek LRT Sumsel dimulai pada tahun 2016 dengan tujuan untuk membangun infrastruktur transportasi yang dapat meningkatkan mobilitas masyarakat dan mengurangi kemacetan di Kota Palembang serta sekitarnya.
Namun, dalam pelaksanaannya, proyek yang dibiayai oleh dana APBN dan APBD ini menghadapi berbagai kendala, termasuk dugaan penyimpangan dalam pengelolaan anggaran dan proyek.