Mabit di Muzdalifah: Setelah wukuf, jamaah harus bermalam di Muzdalifah hingga terbit fajar tanggal 10 Dzulhijjah.
Melontar Jumrah: Pada tanggal 10 Dzulhijjah, jamaah melontar jumrah di Mina, yaitu melemparkan tujuh batu kecil ke Jumrah Aqabah.
Tawaf Ifadah: Melakukan tawaf ifadah di Ka'bah setelah melontar jumrah. Tawaf ini diikuti dengan sa'i antara Bukit Shafa dan Marwah.
Tahallul: Memotong sebagian rambut kepala sebagai tanda berakhirnya ihram. Dengan tahallul, sebagian larangan ihram menjadi gugur.
Mabit di Mina: Bermalam di Mina selama dua atau tiga malam (hari Tasyrik) dan melontar jumrah selama hari-hari tersebut.
Setelah semua rukun dan wajib haji selesai dilaksanakan, orang yang membadalkan haji dapat melakukan tawaf wada' sebagai tawaf perpisahan sebelum meninggalkan Mekah.
Hukum Ba'dal Haji
Hukum ba'dal haji adalah diperbolehkan dan sah dengan beberapa ketentuan.
Ba'dal haji memiliki dasar hukum dari beberapa hadits Nabi Muhammad SAW yang membolehkan praktik ini.
Salah satu hadits yang sering dijadikan rujukan adalah riwayat dari Abdullah bin Abbas:
"Seorang wanita dari Khats'am berkata, 'Wahai Rasulullah, kewajiban haji dari Allah telah datang saat ayahku sudah tua renta dan tidak bisa menunggangi kendaraan. Apakah aku bisa menghajikannya?' Nabi menjawab, 'Ya.'” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadits ini menunjukkan bahwa Nabi Muhammad SAW membolehkan seseorang menghajikan orang lain yang tidak mampu melaksanakan haji sendiri karena uzur.
Namun, perlu diingat bahwa ba'dal haji tidak boleh dilakukan sembarangan.
Ada beberapa pandangan dari ulama yang harus diperhatikan:
Madzhab Syafi'i: Madzhab ini membolehkan ba'dal haji dengan syarat orang yang membadalkan sudah pernah haji sendiri sebelumnya.
Madzhab Hanafi dan Maliki: Madzhab Hanafi membolehkan ba'dal haji namun dengan syarat lebih ketat seperti adanya wasiat dari orang yang diwakilkan.