Penetapan status tersangka dilakukan oleh Kejaksaan Agung pada Kamis, 16 September 2021.
Saat itu, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Leonard Eben Ezer, menyampaikan bahwa penyidik menemukan cukup bukti untuk menaikkan status Alex menjadi tersangka.
Alex langsung ditahan di Rutan Kejagung setelah penetapan status tersebut.
Dugaan korupsi dalam proyek pengadaan gas bumi ini menimbulkan kerugian negara hingga USD 30 juta, setara lebih dari Rp 400 miliar.
Hanya berselang enam hari kemudian, Alex kembali ditetapkan sebagai tersangka, kali ini oleh Kejaksaan Tinggi Sumsel, dalam kasus dugaan korupsi pembangunan Masjid Raya Sriwijaya.
Penetapan ini dilakukan pada Rabu, 22 September 2021.
Menurut Aspidsus Kejati Sumsel, Victor Antonius Saragih, penetapan tersebut dilakukan setelah serangkaian pemeriksaan intensif oleh tim penyidik.
Alex dijerat dengan Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tindak Pidana Korupsi, terkait penyalahgunaan dana hibah Pemprov Sumsel untuk pembangunan masjid.
Dana hibah sebesar Rp 130 miliar yang dikucurkan dari APBD Sumsel diduga tidak digunakan sesuai peruntukannya.
Dari jumlah tersebut, sekitar Rp 116 miliar dinyatakan sebagai kerugian negara, dan Rp 4,8 miliar disebut dinikmati langsung oleh Alex Noerdin.
Setelah kedua kasus dinyatakan lengkap, Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengusulkan agar persidangan dua kasus itu dilakukan dalam satu rangkaian.
PN Tipikor Palembang menyetujui, dan sidang perdana digelar pada Kamis, 3 Februari 2022, dengan agenda pembacaan dakwaan.
Alex mengikuti sidang secara virtual dari Rutan Kelas I Pakjo Palembang.
Hakim yang memimpin sidang, Aziz Muslim, mengingatkan semua pihak untuk tidak mengintervensi jalannya persidangan.
Dalam persidangan yang berlangsung pada Rabu, 25 Mei 2022, JPU membacakan tuntutan hukuman maksimal terhadap Alex Noerdin.
Ia dituntut 20 tahun penjara, denda Rp 1 miliar, dan pembayaran uang pengganti atas kerugian negara di dua kasus tersebut.