Mereka langsung diterbangkan ke Jakarta untuk menjalani pemeriksaan intensif di Gedung Merah Putih KPK.
Setelah proses pemeriksaan, KPK menetapkan tiga tersangka utama, yakni Rohidin Mersyah, Isnan Fajri, dan Evriansyah.
Ketiga tersangka ditahan selama 20 hari ke depan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) cabang KPK.
Mereka disangkakan melanggar Pasal 12 huruf e dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 KUHP.
"Pasal-pasal tersebut mengatur tentang larangan menerima gratifikasi dan pemerasan yang dilakukan oleh penyelenggara negara. Ancaman hukumannya cukup berat," tambah Alex.
Kasus ini menambah panjang daftar kepala daerah yang tersandung kasus korupsi.
Pengungkapan ini juga mencoreng nama baik Pemerintah Provinsi Bengkulu, yang sebelumnya telah berupaya memperbaiki citra setelah kasus-kasus korupsi sebelumnya.
Masyarakat Bengkulu menyuarakan kekecewaannya terhadap praktik korupsi yang dilakukan oleh pejabat tinggi.
Beberapa warga menilai bahwa kasus ini membuktikan lemahnya integritas moral di kalangan birokrasi.
"Seharusnya pejabat itu memberikan contoh yang baik, bukan malah memanfaatkan jabatan untuk kepentingan pribadi. Uang rakyat dipakai untuk politik, ini benar-benar memalukan," ujar salah satu warga Bengkulu yang enggan disebutkan namanya.
KPK menegaskan akan terus mengembangkan kasus ini, termasuk memeriksa aliran dana dari pihak-pihak terkait lainnya.
"Kami akan memanggil saksi-saksi tambahan untuk memperjelas mekanisme pengumpulan dana dan penggunaannya," kata Alex.
Selain itu, KPK juga akan mengejar aset-aset yang diduga berasal dari hasil korupsi.
"Aset-aset yang didapat dari hasil kejahatan akan kami sita untuk mengembalikan kerugian negara," tutupnya.
Kasus ini menjadi pengingat penting bahwa integritas dalam birokrasi adalah kunci keberhasilan pembangunan, dan praktik korupsi harus diberantas hingga ke akarnya.