Pengalaman penulis, ketika menyaksikan anak sendiri bermain game Roblox.
BACA JUGA:Demi Kemanusiaan: Bidan Dona Lubis Arungi Sungai Deras untuk Obati Warga Terisolasi !
BACA JUGA:Waspada Game Online: Orang Tua Diminta Dampingi Anak Saat Bermain Roblox
Ia bermain dan melakukan percakapan satu-sama lain.
Kadang-kadang yang satu mengeluarkan kata-kata kasar ketika bertindak curang. Namun yang lainnya memberi pujian ketika bermain dengan jujur.
Di sisi lain, sistem pembelian dalam aplikasi juga mengarahkan anak pada pola konsumtif, yang tidak sehat jika tidak dikontrol.
Tidak jarang anak kerap kali minta agar menggunakan uang digital agar bisa bermain tanpa pembatasan akses.
Keinginannya ditolak dengan alasan kontrol nafsu anak.
Dalam konteks inilah, keputusan pemerintah memblokir Roblox mendapat justifikasi. Ini adalah bentuk perlindungan negara terhadap warganya yang paling rentan.
Namun, pertanyaannya, apakah pelarangan total cukup menyelesaikan persoalan?
Dunia anak tidak lagi tertutup
Kita hidup di zaman di mana batas antara ruang privat dan publik semakin kabur, termasuk bagi anak-anak.
Dulu dunia anak dibatasi oleh pagar rumah atau halaman sekolah. Kini, dunia anak terhubung langsung ke jagat digital global, 24 jam sehari.
Mereka bukan hanya bermain, tetapi hidup dan bersosialisasi di sana.
Maka dari itu, melarang satu platform digital seperti Roblox memang dapat mencegah risiko dalam jangka pendek, tetapi belum tentu efektif untuk jangka panjang.
Sebab akan selalu ada platform baru, aplikasi baru, dan pintu-pintu lain menuju dunia virtual yang terbuka bagi siapa saja, termasuk anak-anak.