Putusan MK yang Mengukir Sejarah Sepanjang 2024 : Apa Saja ?

Sabtu 04 Jan 2025 - 19:15 WIB
Reporter : Popa Delta
Editor : Dahlia

MK memerintahkan, klaster ketenagakerjaan dipisahkan dari Undang-Undang Cipta Kerja. MK memerintahkan itu agar tidak ada tumpang tindih aturan.

8. Tafsir baru delik pencemaran nama baik

Perbuatan menyerang kehormatan atau nama baik seseorang bisa dipidana apabila perbuatan tersebut dilakukan dengan cara lisan.

Hal itu merupakan penafsiran baru Mahkamah terkait delik pencemaran nama baik yang diatur dalam Pasal 310 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Pasal tersebut sebelumnya tidak memuat frasa “dengan cara lisan”. MK mengadopsi frasa itu dari Pasal 433 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP atau UU KUHP baru yang akan berlaku mulai 2026.

Menurut Mahkamah, pengakomodasian ketentuan “dengan cara lisan” itu demi menciptakan kepastian hukum dalam penerapan ketentuan norma mengenai pencemaran nama baik.

Tafsir baru itu termaktub dalam Putusan Nomor 78/PUU-XXI/2023. Perkara dimohonkan oleh aktivis Haris Azhar, Fatiah Maulidiyanty, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI).

Adapun Haris dan Fatiah merupakan aktivis yang divonis bebas dalam kasus pencemaran nama baik Luhut Binsar Pandjaitan.

9. KPK berwenang usut korupsi militer

KPK berwenang mengusut kasus korupsi di ranah militer hingga adanya putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap atau inkrah, sepanjang kasus tersebut ditangani sejak awal atau dimulai oleh KPK.

Ketentuan itu merupakan pemaknaan baru MK terhadap Pasal 42 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.

Mahkamah menyatakan, sepanjang tindak pidana korupsi yang dilakukan bersama-sama oleh unsur sipil dan militer yang sejak awal dilakukan atau dimulai oleh KPK, maka perkara tersebut akan ditangani oleh KPK sampai adanya putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap.

Demikian Putusan Nomor 87/PUU-XXI/2023 yang dibacakan pada Jumat (29/11/2024).

10. Perpanjangan batas waktu pengajuan kompensasi korban terorisme

Peria Ronald Pidu, korban Tindak Pidana Terorisme Bom di Pasar Tentena, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah serta Mulyani Taufik Hidayat dan Febri Bagus Kuncoro, korban bom Beji, Depok, Jawa Barat, mempersoalkan konstitusionalitas batas waktu pengajuan kompensasi korban terorisme dalam Pasal 43L ayat (4) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

Pada Kamis (29/8/2024), MK memutuskan mengabulkan sebagian permohonan para pemohon.

Kategori :