Putusan MK yang Mengukir Sejarah Sepanjang 2024 : Apa Saja ?

Sabtu 04 Jan 2025 - 19:15 WIB
Reporter : Popa Delta
Editor : Dahlia

5. Desain surat suara pilkada calon tunggal

MK memutuskan mengubah ketentuan desain surat suara pilkada calon tunggal menjadi model plebisit, yakni model yang meminta para pemilih untuk menentukan setuju atau tidak setuju terhadap calon tunggal tersebut.

Nantinya, surat suara pilkada calon tunggal memuat foto pasangan calon tunggal serta dua kolom kosong di bagian bawah yang memuat pilihan “setuju” atau “tidak setuju”.

Hal itu merupakan pemaknaan baru MK terhadap Pasal 54C ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.

Ketentuan baru desain surat suara pilkada calon tunggal itu berlaku mulai Pilkada 2029, mengingat Putusan Nomor 126/PUU-XXII/2024 dibacakan pada Kamis (14/11/2024) saat tahapan pencetakan surat suara Pilkada 2024 telah dilaksanakan.

6. Ketentuan pilkada ulang jika kotak kosong menang

Masih dalam Putusan Nomor 126/PUU-XXII/2024, MK turut memperjelas ketentuan pilkada ulang apabila kotak kosong menang pada pilkada calon tunggal.

MK menyatakan, dalam hal kotak kosong memperoleh suara lebih banyak daripada calon tunggal, maka pemilihan berikutnya dilaksanakan dalam waktu paling lama satu tahun.

Dalam amar putusannya, MK juga mengatur bahwa kepala daerah yang terpilih berdasarkan hasil pemilihan berikutnya tersebut memegang masa jabatan sampai dilantiknya kepala daerah dan wakil kepala daerah yang baru, sepanjang tidak melebihi masa waktu lima tahun sejak pelantikan.

Putusan itu untuk memperjelas makna frasa “pemilihan berikutnya” dalam Pasal 54D ayat (3) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.

7. Penegasan demi penegasan di UU Cipta Kerja

Melalui Putusan Nomor 168/PUU-XXI/2023, Kamis (31/10/2024), MK mengabulkan sebagian permohonan uji materi yang dimohonkan Partai Buruh dan sejumlah serikat pekerja.

Setidaknya ada 21 norma yang dikabulkan sebagian.

Pada pokoknya, MK memberi penegasan demi penegasan dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja.

Beberapa hal yang ditegaskan oleh MK, di antaranya terkait jangka waktu perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) paling lama lima tahun, menteri yang bertanggung jawab dalam urusan ketenagakerjaan harus menetapkan jenis pekerjaan yang dapat dialihdayakan (outsorcing), libur satu atau dua hari dalam sepekan, struktur dan skala upah harus proporsional, upah minimum sektoral kembali diberlakukan, hingga pemutusan hubungan kerja diperketat melalui perundingan bipartit secara musyawarah untuk mufakat.

Dalam putusan itu, MK juga memerintahkan DPR dan Presiden, selaku pembentuk undang-undang, untuk menggodok undang-undang ketenagakerjaan yang baru paling lama dalam waktu dua tahun.

Kategori :