Uang tersebut diduga berasal dari pemerasan yang dilakukan terhadap sejumlah pejabat daerah untuk mendukung kampanye pencalonan kembali Rohidin sebagai Gubernur Bengkulu pada Pilkada Serentak 2024.
OTT ini dilakukan KPK pada Sabtu (23/11) malam setelah mendapatkan informasi dan bukti terkait adanya praktik korupsi di lingkungan Pemerintah Provinsi Bengkulu.
Dalam operasi tersebut, delapan orang berhasil diamankan, termasuk Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah, Sekretaris Daerah Bengkulu Isnan Fajri, dan ajudan gubernur Evriansyah alias Anca.
BACA JUGA:KPK Tetapkan Gubernur Kalimantan Selatan Tersangka Korupsi
Selain itu, lima pejabat lainnya juga turut ditangkap, yaitu:
1. Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Bengkulu Selatan, Saidirman.
2. Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Bengkulu, Syarifudin.
3. Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Bengkulu, Syafriandi.
4. Kepala Biro Pemerintahan dan Kesra Bengkulu, Ferry Ernest Parera.
5. Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUPR) Bengkulu, Tejo Suroso.
Setelah melakukan pemeriksaan intensif terhadap kedelapan orang yang ditangkap, KPK menetapkan tiga orang sebagai tersangka, yaitu Rohidin Mersyah, Isnan Fajri, dan Evriansyah alias Anca.
Lima orang lainnya dilepaskan karena belum ditemukan bukti yang cukup untuk menetapkan mereka sebagai tersangka.
"Kami menetapkan RM, IF, dan EV sebagai tersangka. Ketiga orang ini diduga berperan aktif dalam meminta, mengelola, dan menggunakan dana hasil pemerasan serta gratifikasi," jelas Alexander.
Ketiga tersangka diduga melanggar Pasal 12 huruf e dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, jo Pasal 55 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Pasal-pasal tersebut mengatur larangan bagi pejabat negara untuk memeras atau menerima gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan mereka.