Sejak saat itu, Awangku Usop jatuh hati dan bertekad untuk meminang Dayang Kumunah.
Namun, ada syarat yang harus ia penuhi jika ingin menikahi Dayang Kumunah. Syarat tersebut tidaklah biasa, dan itulah yang akan menjadi inti dari cerita ini.
Kisah berlanjut dengan memperkenalkan Awang Gading, seorang nelayan tua yang bahagia dengan kehidupannya meskipun sendirian.
BACA JUGA:Jejak Keturunan Puyang Serunting : Tradisi dan Ciri Khas yang Terjaga di Kedurang Bengkulu Selatan !
Suatu sore, saat mengail di sungai, ia mendengar suara tangisan bayi.
Dengan penuh rasa penasaran, ia menemukan seorang bayi perempuan yang ditinggalkan.
Awang Gading merawat bayi tersebut dan menamainya Dayang Kumunah, memberikan kebahagiaan baru dalam hidupnya.
Dayang Kumunah tumbuh menjadi gadis yang cantik dan berbudi pekerti luhur, meskipun sikap pendiamnya membuat Awang Gading khawatir.
Saat Awangku Usop melihat Dayang Kumunah, ia segera berkunjung untuk meminangnya.
Awang Gading pun bertanya pada Dayang Kumunah tentang pinangan tersebut.
Dayang Kumunah bersedia menerima pinangan dengan syarat: “Kanda Usop, saya berasal dari sungai dan memiliki kebiasaan berbeda dari manusia lainnya. Saya bersedia menikah, tetapi jangan pernah meminta saya untuk tertawa.”
Awangku Usop pun berjanji untuk memenuhi syarat tersebut.
Setelah menikah, kebahagiaan meliputi kehidupan mereka. Namun, kebahagiaan itu tidak bertahan lama.
Beberapa minggu setelah pernikahan, Awang Gading meninggal dunia, meninggalkan Dayang Kumunah dalam kesedihan mendalam.
Meskipun ia memiliki suami dan lima anak, kesedihan tersebut tidak mudah dilupakan.