Beberapa warga, seperti Rudi, warga Kemuning Palembang menyatakan, dirinya sangat mendukung keputusan MK ini.
Perubahan ambang batas pencalonan akan memberikan peluang lebih luas bagi calon kepala daerah yang memiliki kapasitas, tetapi mungkin terkendala oleh ambang batas yang terlalu tinggi.
Warga lainnya, Rina, warga Alang-Alang Lebar Palembang juga berharap agar semua pihak dapat menghormati putusan MK tersebut.
“Ini adalah langkah maju untuk demokrasi kita. Kami meminta semua pihak, termasuk partai politik dan lembaga pemerintah, untuk menghormati dan mendukung keputusan MK agar proses demokrasi berjalan lebih baik," tandasnya.
Sebelumnya, Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK), I Dewa Gede Palguna, dengan tegas menyebut bahwa rapat Badan Legislasi (Baleg) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI merupakan tindakan pembangkangan terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Baleg DPR baru saja menyelesaikan rapat membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pilkada pada Rabu, 21 Agustus 2024, yang berpotensi bertentangan dengan putusan MK terkait UU Pilkada.
Dalam pandangan Palguna, tindakan tersebut bukan hanya sebuah pelanggaran hukum, tetapi juga merupakan penghinaan terhadap sistem konstitusional Indonesia.
Palguna menyatakan bahwa meskipun secara kelembagaan MKMK tidak memiliki wewenang untuk menindaklanjuti masalah ini, namun ia secara pribadi menganggap tindakan Baleg sebagai bentuk pembangkangan yang terang-terangan terhadap putusan MK.
Pernyataan ini memicu reaksi beragam dari berbagai kalangan, mulai dari masyarakat umum hingga para akademisi.
Rapat Badan Legislasi DPR RI pada 21 Agustus 2024 yang membahas revisi UU Pilkada menuai banyak kritik.
Delapan fraksi menyatakan dukungannya terhadap hasil pembahasan perubahan keempat Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah.
Namun, hanya satu fraksi, yakni PDI Perjuangan, yang menolak hasil pembahasan tersebut.
Fraksi-fraksi lain yang menyetujui revisi UU Pilkada adalah Partai Gerindra, Partai Golkar, Partai Amanat Nasional, Partai Demokrat, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Keadilan Sejahtera, dan Partai Persatuan Pembangunan.
Pandangan seragam mereka mendorong agar pembahasan revisi UU Pilkada segera dibawa ke pembahasan tingkat II atau pengesahan dalam rapat paripurna DPR.
Namun, PDI Perjuangan menegaskan sikapnya untuk tidak sependapat dengan RUU tersebut.
Legislator PDI Perjuangan, M. Nurdin, menyatakan bahwa fraksinya menolak membawa revisi UU Pilkada ke rapat paripurna terdekat.