Hal yang sama juga dinyatakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari KPK RI.
Putusan ini diketahui lebih ringan dibandingkan tuntutan JPU KPK sebelumnya.
Pada sidang tuntutan yang digelar Rabu, 22 Mei 2024 lalu, JPU KPK M Albar Hanafi SH menuntut terdakwa Sarimuda dengan pidana penjara selama 4 tahun dan 6 bulan serta denda sebesar Rp100 juta subsider 3 bulan kurungan.
BACA JUGA:Kejati Tetapkan Satu Tersangka Lagi Dalam Kasus Korupsi Dana Pensiun PT Bukit Asam Tbk
Selain itu, jaksa juga menuntut hukuman tambahan berupa pengembalian kerugian negara sebesar Rp2,3 miliar.
Jika jumlah tersebut tidak dibayarkan dalam waktu 1 bulan setelah putusan inkrah, maka harta benda terdakwa akan disita dan dilelang.
Jika hasil lelang tersebut tidak mencukupi, maka terdakwa harus menjalani pidana penjara tambahan selama 1 tahun.
Usai sidang, penasihat hukum terdakwa, Heribertus Hartoyo SH MH, menyatakan ketidakpuasannya terhadap putusan majelis hakim.
Menurutnya, majelis hakim tidak melihat secara utuh fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan pembuktian perkara sebelumnya.
"Saya melihat majelis hakim mungkin berpandangan lain, dengan kami yang melihat terhadap fakta persidangan," cetus Heribertus.
Ia menambahkan bahwa majelis hakim lebih condong kepada pertimbangan tuntutan jaksa KPK daripada pledoi yang disampaikan oleh terdakwa sebelumnya.
"Uniknya, majelis hakim tidak sependapat dengan kerugian negara sebagaimana didakwakan jaksa KPK terhadap klien kami," ungkapnya.
Sebab, menurutnya vonis yang dijatuhkan terhadap terdakw Sarimuda sedikit kontradiktif dari fakta-fakta yang tersaji dipersidangan.
"Yang mana dalam pertimbnag putusan majelis hakim ada kerugian negara namun dalam putusan akhir malah menguntungkan, yang inilah kita sebut kontradiktif," ungkapnya.
Diterangkannya, kontradiktif yang dimaksud sebagaimana pertimbangan majelis hakim dalam putusannya yakni PT AJM, PT MPMT hingga PT Emitrako justru menguntungkan PT SMS.