KEBIJAKAN pemerintah yang akan menaikkan upah buruh pada 2024, bukannya disambut namun membuat buruh kecewa sehingga memprotes aturan penetapan upah tersebut.
Itu karena dalam aturan tersebut tidak disebutkan secara jelas persentase atau besaran kenaikan upah buruh.
Penetapan upah tersebut berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51/2023 tentang Perubahan atas PP Nomor 36/2021 tentang Pengupahan, yang telah diteken Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 10 November 2023.
Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK) Mirah Sumirat, seperti dilansir media nasional mengatakan, buruh tak puas dengan aturan penetapan upah minimum terbaru.
Pasalnya, aturan itu tak mencantumkan persentase kenaikan gaji.
Seharusnya lanjut Mirah, PP itu menyebutkan angka atau persentase kenaikan. Selain kata dia, terkait penetapan UMR paling lambat November dan berlaku setiap awal tahun itu pun menurutnya bukan hal baru.
Tak hanya itu, Mirah juga menilai tiga formula penentuan upah terbaru dari pemerintah, terutama soal komponen indeks tertentu itu rancu dan berpotensi membuat kenaikan upah minimum tidak sesuai harapan.
Menurut dia, dari aspirasi para pekerja menginginkan agar formula komponen indeks tertentu sebaiknya diganti dengan parameter nilai kebutuhan hidup layak (KHL) tahun berjalan.
Pasal kata dia, variabel KHL lebih realistis ketimbang indeks tertentu dan menggambarkan kondisi riil kebutuhan hidup para pekerja. Keinginan tersebut lanjutnya, karena dilatari lonjakan harga bahan pokok termasuk beras yang semakin mempersulit kondisi buruh dalam kehidupannya.
Terkait protes tersebut, Faderasi Serikat Buruh Bersatu Muara Enim (FSBBM) juga mendukung dan sependapat dengan ASPEK.
Ketua FSBBM Kabupaten Muara Enim Rahmansyah SH MH, mengatakan jika variabel penentuan upah baru bukan didasarkan pada nilai kebutuhan hidup layak. Namun didasarkan pada inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks tertentu sehingga dinilai berimbang dalam daya beli.
"Upah Minimum Provinsi (UMP) Sumatera Selatan dan Upah Minimum Kabupaten (UMK) Muara Enim tahun 2024 selayaknya naik 15%," ujar Rahmansyah kepada Palpos, Minggu (12/11).
Kenaikan ini, kata dia, sesuai dengan hasil survei kebutuhan hidup layak yang mengalami kenaikan. Seperti diketahui bersama harga-harga sembako yang naik tinggi sehingga menyebabkan kenaikan upah tidak berarti bagi kehidupan buruh.
"Kedepan penghitungan UMP dan UMK idealnya melihat indikator tingkat inflasi dan pertumbuhan ekonomi, sehingga terdapat peningkatan daya beli buruh," pungkasnya.
Sedangkan Anggota DPRD Sumsel, Mgs H Syaiful Fadli ST meminta, agar besaran upah yang akan ditetapkan adalah hasil diskusi masing-masing pihak terkait, dalam hal ini, pengusaha, buruh, pemerintah dan pihak terkait lainnya.