Dengan adanya perbedaan pendapat di antara partai politik yang terlibat, terutama terkait dengan dukungan terhadap salah satu calon, hal ini dapat memengaruhi stabilitas dan kekuatan pasangan Mahar.
2. Kepentingan Pribadi yang Tidak Sinkron
Perbedaan kepentingan dan agenda pribadi antara kedua figur utama dalam pasangan ini juga dapat menjadi pemicu konflik.
Jika salah satu pihak lebih fokus pada kepentingan pribadi daripada keselarasan visi dan misi politik, maka hal ini dapat merusak kerjasama di antara mereka.
3. Tekanan dan Tantangan Politik
Lingkungan politik yang dinamis dan penuh tekanan dapat menjadi ujian berat bagi pasangan Mahar.
Persaingan yang ketat, tekanan dari berbagai pihak, dan tantangan politik lainnya dapat memperuncing konflik internal dan menimbulkan ketidakpastian dalam jalannya kampanye.
4. Komunikasi yang Kurang Efektif
Kurangnya komunikasi yang efektif di antara anggota pasangan dan dengan partai politik pendukung dapat memperumit situasi.
Ketidakjelasan dan ketidakpahaman akan tujuan dan langkah-langkah yang diambil oleh masing-masing pihak dapat mengganggu koordinasi dan kerjasama yang dibutuhkan dalam sebuah kampanye politik.
5. Pengaruh dari Isu-isu Sensitif
Isu-isu sensitif, baik itu terkait dengan kebijakan, ideologi, maupun personalitas, juga dapat memengaruhi stabilitas pasangan politik.
Ketika isu-isu ini diungkit dan dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu, hal ini dapat merusak citra dan dukungan publik terhadap pasangan tersebut.
Isu mengenai keretakan pasangan MAHAR menjadi sorotan utama menjelang Pilgub 2024 di Sumsel.
Meskipun belum ada klarifikasi resmi dari pihak terkait, spekulasi dan dugaan dari berbagai pihak semakin memperumit situasi politik di daerah tersebut.
Beberapa faktor seperti ketidakselarasan di antara partai politik pendukung, kepentingan pribadi yang tidak sinkron, tekanan politik, komunikasi yang kurang efektif, dan pengaruh dari isu-isu sensitif menjadi penyebab potensial dari krisis ini.