BACA JUGA:Istri Eks Bupati Muaraenim Ramaikan Pilkada
BACA JUGA:Saatnya Merajut Kembali Persatuan Usai PHPU Pilpres 2024
Ketiadaan pengaturan tersebut dinilai memberikan celah bagi pelanggaran pemilu yang lepas dari jeratan hukum atau sanksi administrasi.
Oleh sebab itu, penyempurnaan UU Pemilu dilalukan.
Adapun penyempurnaan UU Pemilu meliputi pengaturan lebih jelas terkait pelanggaran administratif maupun pelanggaran pidana pemilu sehingga tidak menimbulkan satu pun ambiguitas.
Penyempurnaan juga dilakukan sebagai upaya menjaga netralitas aparat negara, khususnya bagi pejabat negara yang juga merangkap sebagai anggota partai politik, calon presiden dan wakil presiden, anggota tim kampanye, maupun pelaksana kampanye yang sudah didaftarkan ke KPU.
Alhasil, nantinya terdapat aturan yang jelas dan detail bagi para pihak tersebut saat berkampanye atau melakukan tugas penyelenggaraan negara agar tidak dilakukan dalam satu waktu kegiatan yang berimpitan atau bersamaan.
Aturan tersebut diperlukan agar menghindari potensi adanya pelanggaran pemilu dengan menggunakan fasilitas negara dalam kegiatan kampanye maupun menggunakan atribut kampanye saat bertugas menjadi penyelenggara negara.
Menghindari konflik kepentingan
Guru Besar Ilmu Politik Universitas Andalas Prof. Asrinaldi mengatakan bahwa revisi UU Pemilu harus mengatur ulang proses pencalonan peserta pemilu guna menghindari aspek konflik kepentingan.
Selain itu, penguatan kewenangan Bawaslu diperlukan terutama terkait waktu penyelesaian masalah. Lalu, UU Pemilu perlu juga mengatur bagaimana posisi presiden ketika masa jabatan periode keduanya mau berakhir.
Hal itu dianggap perlu karena UU No. 7/2017 baru mengatur sebatas pencalonan presiden untuk masa jabatan periode keduanya berakhir, meliputi kampanye, cuti, dan seterusnya.
Sementara itu, Guru Besar Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara Prof. Muryanto Amin mengatakan bahwa revisi UU Pemilu perlu membahas lebih detail terkait ketidaknetralan, politik populisme, dan manajemen pemilu.
Poin-poin yang dikemukakan Hakim Mahkamah juga perlu dipertimbangkan para pembuat undang-undang agar revisi UU Pemilu makin paripurna.
Adapun revisi tersebut bisa dimulai dari menyusun daftar inventarisasi masalah (DIM) hingga pembuatan naskah akademik.
Sementara itu, pengamat politik Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta Ardli Johan Kusuma menyebut revisi UU Pemilu menjadi keniscayaan dalam konteks perubahan positif demi mencapai cita-cita kepastian hukum.