Penyampaian ketidakpuasan melalui "jalur bebas" di jalanan adalah pilihan yang penuh risiko, bukan hanya pada mereka yang terlibat, namun juga bagi kelangsungan hidup bangsa ini ke depan.
Selain itu, aksi demonstrasi untuk memprotes hasil pilpres ini juga berpotensi menimbulkan bentrok antarmassa. Sangat mungkin jika massa dari kelompok pemenang pilpres akan melakukan hal sama menyikapi ketidakpuasan dari kelompok yang kalah.
BACA JUGA:Ganjar-Mahfud Gugat Hasil Pilpres 2024 ke MK
BACA JUGA:Untuk Mengusung Kandidat pada Pilkada Muaraenim, Parpol Harus Berkoalisi
Kondisi itu tentu saja akan merepotkan banyak pihak, khususnya aparat keamanan untuk mengamankan keadaan agar tidak berujung rusuh.
Sebagai ajang kompetisi, dalam hal ini merebut dukungan suara dari rakyat, pemilu di mana pun tidak pernah bisa memuaskan semua pihak. Ada yang puas dengan hasil pemilihan itu, yaitu pemenang, dan saat bersamaan, mereka yang kalah akan kecewa.
Sistem politik demokrasi adalah pilihan kita bersama, maka segala konsekuensi atas pilihan ini, tidak ada pilihan lain, kecuali hanya menunjukkan sikap legawa alias rela menerima apapun yang terjadi, setelah pemilihan berjalan di atas ketentuan satu orang satu suara.
Kesadaran bahwa kita adalah satu Bangsa Indonesia, memang perlu dihujamkan ke dalam pikiran dan perasaan kita menghadapi hasil pemilu ini.
Jika para aktor utama dalam pemilihan presiden dan wakil presiden ini menunjukkan sikap dewasa dengan memilih jalur hukum, maka sudah selayaknya rakyat pendukung mengikuti sikap itu, dengan tidak melampiaskan ketidakpuasan lewat jalur non-konstitusional.
BACA JUGA:Pj. Bupati Muaraenim Raih Top Pembina BUMD 2024
BACA JUGA:NasDem Terima Hasil Pemilu 2024 : Ucapkan Selamat untuk Prabowo-Gibran !
Sejumlah tokoh hendaknya juga tidak memanfaatkan momentum ketidakpuasan rakyat dengan membakar emosi mereka untuk turun ke jalan yang berpotensi menimbulkan kekacauan dan kerusakan.
Apalagi, saat ini kita berada pada momentum bulan Ramadhan yang merupakan ajang bagi umat Islam untuk meluruhkan ego dan hawa nafsu, dengan tidak menciptakan suasana politik yang memanas.
Pasangan calon, parpol pendukung, tim sukses, dan rakyat pendukung yang kalah dituntut untuk betul-betul menjernihkan hati dan pikiran untuk tidak membabi buta, dengan melontarkan tuduhan-tuduhan yang membuat situasi politik memanas.
Masih terkait dengan Ramadhan, sebentar lagi kita akan menghadapi Hari Raya Idul Fitri atau Lebaran yang identik dengan momentum saling memaafkan.
Ada yang berargumen bahwa saling memaafkan dalam konteks Idul Fitri itu menyangkut kesalahan orang per orang, bukan pelanggaran dalam konteks politik. Kembali lagi pada konsekuensi pilihan politik berdemokrasi, semua kemungkinan telah disiapkan sarananya, termasuk dugaan pelanggaran yang salurannya disediakan untuk diselesaikan lewat sidang di MK.