Lantas lanjut Aba haji, seberapa urgensinya, hingga urusan pencatatan pernikahan agama lain juga harus diambil alih oleh KUA?. Sebab menurutnya yang selama ini sudah berjalan sudah sangat baik.
Mereka yang non muslim lanjutnya, mencatat pernikahannya melalui Pengadilan dan jika memang sudah sangat urgent, mungkin di kota-kota besar tidak ada kendala, tetapi di beberapa daerah seperti contohnya di Kota Lubuklinggau, berapa banyak pemeluk agama lain yang bekerja di Kemenag
Karena di Lubuklinggau sendiri kata Aba Haji, yang memeluk agama Hindu hanya sekitar 30 orang.
Sample data itu diambil lanjur Aba haji saat dirinya menjadi Ketua FKUB sebelum menjabat Ketua MUI Lubuklinggau.
"Yang menjadi pertanyaan ada berapa banyak mereka yang memeluk agama hindu yang bekerja di Kemenag Lubuklinggau,” ujarnya penuh tanya.
Kalau untuk melayani mereka yang hanya berjumlah puluhan ini masih kata Aba Haji, Kemenag harus memindahkan pegawai dari pusat ke Kota Lubuklinggau, berapa besar biaya yang harus dikeluarkan oleh negara.
"Kalau ada kepala bidang tentu ada juga stafnya untuk melayani catatan pernikahan sedikit orang ini, bisa-bisa pegawai Kemenagnya lebih besar gajinya dari pada pelayanan yang diberikan," jelasnya.
Sedangkan jika catatan pernikahan saja semua sudah diambil alih oleh Kemenag katanya, nanti urusan warisan juga akan kembali ke Kemenag.
"Lantas pengadilan agama dan pengadilan negeri gak ngurus itu lagi semua kemenag yang urus, terus apa lagi yang mau diurus oleh kemenag semuanya diurus yang lain artinya gak perlu ngurus apa-apa lagi," kata Aba haji sambil tertawa kecil.
Dengan ulasan tersebut, Aba Haji menegaskan, ada baiknya urusan catatan pernikahan biarkan berjalan sesuai dengan yang sudah ada.
Hal itu penting agar tidak menimbulkan polemik. Soal toleransi umat beragama, ditegaskan Ketua MUI Lubuklinggau ini, masyarakat Indonesia sangatlah toleransi dan itu tidak perlu diragukan lagi.
Sebelumnya, Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas berharap bahwa aula-aula di KUA dapat digunakan sebagai tempat ibadah sementara bagi umat non-Muslim yang mengalami kesulitan mendirikan rumah ibadah sendiri karena faktor ekonomi, sosial, dan lain-lain.
Menag Yaqut menekankan pentingnya mendukung saudara-saudari non-Muslim untuk melaksanakan ibadah dengan sebaik-baiknya.
"Sekarang ini jika kita melihat saudara-saudari kita yang non-Muslim, mereka ini mencatat pernikahannya di pencatatan sipil. Padahal, itu seharusnya menjadi urusan Kementerian Agama," tambahnya.
Direktur Jenderal Bimas Islam, Kamaruddin Amin, juga menegaskan bahwa pada tahun 2024, KUA akan diluncurkan sebagai pusat layanan keagamaan lintas agama.
"Tahun ini pula segera kami launching KUA sebagai pusat layanan keagamaan lintas fungsi dan lintas agama," kata Dirjen Bimas Islam.