Sarjono Turin menekankan bahwa Kejati Sumsel akan terus mendalami alat bukti yang berkaitan dengan keterlibatan pihak lain yang mungkin memiliki tanggung jawab pidana dalam kasus ini.
Selain itu, pihak berwenang juga akan segera menjalankan tindakan hukum lain yang diperlukan dalam rangka penyidikan yang sedang berlangsung.
Penyelidikan kasus ini bermula dari sengketa tanah dan bangunan asrama yang terletak di Jalan Puntodewi nomor 9, Wirobrojan, Jogjakarta, yang telah berlangsung sejak tahun 2015.
Asrama ini dikenal dengan nama Pondok Mesudji, dan telah berdiri sejak tahun 1952. Tujuan awal pembangunannya adalah untuk menjadi tempat tinggal sementara bagi mahasiswa asal Sumatera Selatan yang sedang menuntut ilmu di berbagai universitas di Jogjakarta.
Asrama Pondok Mesudji dikelola di bawah naungan Yayasan Pendidikan Batanghari Sembilan.
Namun, pada tahun 2015, ada dugaan bahwa oknum mafia tanah telah memalsukan dokumen yayasan dan sertifikat yang berujung pada penjualan aset tanah dan bangunan asrama mahasiswa Sumsel.
Hal ini memicu berbagai upaya hukum dan saling klaim antara pihak pengurus Yayasan dan pihak-pihak lain mengenai status kepemilikan tanah dan bangunan asrama Pondok Mesudji.
Mahasiswa, alumni, dan masyarakat Sumsel yang tinggal di Jogjakarta melakukan berbagai upaya untuk mempertahankan asrama Pondok Mesudji sebagai asrama masyarakat Sumsel di Jogjakarta.
Mereka menuntut agar asrama ini hanya digunakan untuk kepentingan pendidikan dan tidak dijual. Dugaan penjualan aset asrama ini dikaitkan dengan salah satu organisasi, yaitu Islam Muhammadiyah di Jogjakarta.
Terdapat laporan bahwa asrama Pondok Mesudji untuk mahasiswa Sumsel di Jogjakarta mengalami kerusakan yang diduga dilakukan oleh pihak yang disuruh sebelum ada upaya hukum gugatan pada tahun 2020.
Dari informasi yang dihimpun, asrama ini saat ini dalam kondisi tidak layak dihuni, dengan banyak bagian bangunan permanen yang rusak dan rumput tumbuh di beberapa bagian luar asrama.
Asrama Pondok Mesudji yang dibangun pada tahun 1952 telah menjadi tempat tinggal bagi banyak pejabat seperti Bupati dan Walikota di Provinsi Sumatera Selatan.
Penyelidikan yang sedang berlangsung akan mencoba mengungkap lebih banyak fakta dan memastikan bahwa semua pihak yang terlibat dalam kasus ini bertanggung jawab atas peran mereka.
Kasus penjualan aset Asrama Mahasiswa Sumsel di Jogjakarta telah mengarah pada penetapan lima tersangka oleh Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan.
Kasus ini bermula dari sengketa tanah dan bangunan asrama, dengan dugaan bahwa oknum mafia tanah telah memalsukan dokumen yayasan dan sertifikat untuk melakukan penjualan aset.
Para mahasiswa, alumni, dan masyarakat Sumsel telah melakukan berbagai upaya untuk mempertahankan asrama Pondok Mesudji sebagai asrama pendidikan dan mencegah penjualan.