Namun, tantangan ke depan tidak ringan. Prabowo harus memastikan bahwa langkah ini tidak dipandang sebagai “politik transaksional” yang mengorbankan hukum demi stabilitas.
Komunikasi publik yang transparan dan komitmen nyata terhadap penegakan hukum di masa depan akan menentukan apakah keputusan ini benar-benar menjadi tonggak pendidikan politik, atau sekadar episode sementara dalam dinamika kekuasaan.
Jika demokrasi adalah ruang belajar bersama, maka keputusan Prabowo adalah teks terbuka yang mengundang refleksi kritis.
Ini adalah momen untuk merenungkan bagaimana kita, sebagai bangsa, menyeimbangkan hukum, politik, dan kemanusiaan di era digital yang penuh gejolak.
Dengan literasi digital yang lebih baik, independensi yudikatif yang terjaga, dan kepemimpinan yang bijak, Indonesia memiliki peluang untuk tidak hanya bertahan, tetapi juga bersinar sebagai demokrasi yang matang di panggung dunia.
*) Dr. Eko Wahyuanto, dosen Sekolah Tinggi Multimedia ST-MMTC Komdigi Yogyakarta