Pejabat Ikut Berkampanye, Ciptakan Demokrasi yang Tidak Sehat

Minggu 28 Jan 2024 - 21:11 WIB
Reporter : Robiansyah
Editor : Dahlia

Bukan hanya problem moralitas, lanjut Haekal,  pemilu presiden 2024 diyakini tidak akan berjalan secara fair karena presiden menjadi ketua dewan pemenangan salah satu calon. 

"Kita bisa membanyangkan posisi PJ-PJ Kepala Daerah yang jumlahnya ratusan itu akan terseret dalam konflik politik, padahal mereka adalah orang yang tidak dipilih rakyat melainkan ditunjuk oleh Mendagri yang merupakan tangan kanan Presiden," tandasnya.

Tentu konflik of interest kata Haekal,  tak terhindarkan, belum lagi jika kita melihat posisi TNI-POLRI yang merupakan alat negara dibawah presiden.

"Sementara Sang Presiden bersikap tidak netral. Dalam konteks ini, pararel dengan peristiwa politik sebelumnya, kita harus katakan dengan berat hati bahwa Presiden gagal menjadi figur yang negarawan," ujarnya.

Sebelumnya, Presiden Jokowi mengatakan setiap orang mempunyai hak politik, demokrasi, untuk memihak dan berkampanye.

Termasuk bagi seorang presiden dan menteri.

"Hak demokrasi, hak politik setiap orang. Setiap menteri sama saja. Presiden itu boleh lho kampanye, boleh lho memihak," tegas Presiden Jokowi di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, belum lama ini.

Meski bisa ikut berkampanye, Jokowi menegaskan seorang presiden pun tidak diperbolehkan menggunakan fasilitas negara untuk kepentingan politik atau berkampanye.

“Tapi yang paling penting waktu kampanye tidak boleh menggunakan fasilitas negara. Boleh (memihak dan kampanye), kita ini pejabat publik sekaligus pejabat politik, boleh menteri juga boleh,” tambahnya.

Ketika ditanya wartawan apakah dirinya memihak atau tidak, orang nomor satu di Indonesia itu justru balik bertanya.

“Itu yang mau saya tanya, memihak ndah hehehe,” ucapnya sambil tersenyum.

Saat ditanyakan lagi apakah Jokowi nantinya akan melakukan kampanye, dia juga tidak menjawab lugas.

“Ya nanti dilihat,” tukas ayah dari cawapres nomor urut 2 Gibran Rakabuming Raka. ***

Kategori :