Namun, dalam pernyataannya di Kantor Presiden, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut bahwa rencana itu dibatalkan karena kendala dalam proses penganggaran yang dinilai tidak bisa mengejar target pelaksanaan pada Juni dan Juli.
Akibatnya, rencana diskon listrik urung dieksekusi.
Sebagai gantinya, anggaran yang sebelumnya dialokasikan untuk insentif listrik dialihkan ke program Bantuan Subsidi Upah (BSU), yang dianggap lebih siap dari sisi data penerima dan mekanisme pelaksanaannya.
BACA JUGA:Menjamin Hak Berhaji Kaum Disabilitas
BACA JUGA:Daftar Pemda di Indonesia Penerima Penghargaan SPM 2025 : Sumsel tidak Termasuk !
Langkah ini diambil untuk memastikan bantuan tetap dapat diberikan dengan tepat waktu dan tepat sasaran.
Wacana pemberian diskon tarif listrik pertama kali disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto.
Skema diskon 50 persen ini diusulkan berlaku dari 5 Juni hingga 31 Juli 2025, mengacu pada skema pemberian diskon serupa yang pernah dilakukan pemerintah pada masa pandemi COVID-19.
Namun belakangan, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengungkapkan bahwa pihaknya belum mendapatkan komunikasi apapun mengenai kebijakan tersebut.
Ia juga menegaskan bahwa belum pernah mengirimkan surat resmi ke PLN untuk menindaklanjuti pemberlakuan diskon, karena memang belum ada dasar koordinasi antar kementerian.
Pembatalan diskon tarif listrik ini tentu membawa dampak tersendiri bagi jutaan pelanggan rumah tangga, terutama dari kalangan ekonomi menengah bawah yang terdampak oleh naiknya harga-harga kebutuhan pokok.
Meskipun pemerintah menawarkan program BSU sebagai gantinya, belum semua kelompok pelanggan listrik dengan daya rendah secara otomatis menjadi penerima BSU.
Hal ini menimbulkan kekhawatiran di tengah masyarakat bahwa perlindungan sosial belum menyentuh semua lapisan yang membutuhkan.
Kementerian ESDM dalam hal ini menegaskan, pihaknya tetap konsisten menjalankan fungsinya sebagai kementerian teknis dalam sektor ketenagalistrikan.
Kesiapan untuk memberikan masukan dan kajian teknis tetap terbuka, namun harus diawali dengan komunikasi yang resmi dan terstruktur antar kementerian dan lembaga.