Permasalahan bukan hanya di BKN saja, tetapi juga berasal dari daerah. Pemerintah daerah pun mengalami kesulitan saat menerima begitu banyak formasi pegawai dan pembiayaan (kondisi keuangan daerah). Belum lagi ada UU yang menyatakan bahwa belanja pegawai tidak boleh lebih dari 30%.Database BKN berasal dari data yang diinput BKD. Namun masih terdapat tenaga honorer yang telah bekerja bertahun-tahun sangat sulit terdata di database, dibandingkan mereka yang baru bekerja beberapa tahun.
BACA JUGA:Presiden Prabowo Instruksikan Aktifkan Kembali Pengecer LPG 3 Kg
BACA JUGA:MK Putuskan Nasib 158 Sengketa Pilkada Hari Ini : Lanjut atau Gugur ?
Permasalahan lain yang muncul adanya pegawai honorer pusat (Kementerian) yang ditempatkan di daerah (provinsi). Namun oleh Pemprov dianggap sebagai pegawai pusat, sementara pusat menganggap (mengembalikan) pegawai tersebut ke daerah.Melihat berbagai kendala ini, Dede Yusuf beserta timnya mengusulkan kepada pemerintah daerah agar mengutamakan tenaga non ASN eks K2, menyelesaikan proses penerimaan tenaga PPPK, dan tidak menambah pegawai baru.
"Memang ada usulan agar tenaga PPPK ini bisa menjadi CPNS, tentu saja kami setuju akan hal ini. Hanya saja kita akan selesaikan satu per satu permasalahannya. Pemerintah daerah agar fokus pada yang telah ada saat ini, yakni proses penerimaan PPPK yang telah lulus dan bagi PPPK paruh waktu ini perlu dicarikan solusinya. Terpenting adalah dahulukan (angkat) pegawai yang telah ada saat ini (pegawai yang telah antri di BKN/BKD),” tandasnya.