Mengatasi Sentimen Begatif Isu Beras dan Membangun Ketahanan Pangan

Ilustrasi buruh mengangkut beras di salah agen beras di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta-Foto : ANTARA-

KORANPALPOS.COM – Isu soal beras selalu menjadi topik sensitif yang mudah memicu reaksi publik.

Tidak sekadar karena beras adalah makanan pokok mayoritas penduduk Indonesia, tetapi karena harga, ketersediaan, dan kualitasnya sangat erat kaitannya dengan rasa aman masyarakat.

Dalam beberapa pekan terakhir, sentimen negatif terhadap kebijakan mengenai beras kembali mencuat di ruang publik, mencerminkan keresahan kolektif atas dinamika yang terjadi.

BACA JUGA:Pemprov Sumsel Fasilitasi 22 Qori-Qoriah Terbaik Ikuti STQH Nasional di Sultra 2025

BACA JUGA: Inspiration: Aplikasi Digital untuk Transparansi Royalti Musik di Indonesia

Sentimen negatif ini mencakup berbagai bentuk, mulai dari kekecewaan terhadap kebijakan pemerintah, ketidakpuasan atas kualitas beras, hingga kekhawatiran terhadap nasib petani.

Di sisi lain, fenomena mengenai beras ini seharusnya tidak hanya dibaca sebagai keluhan, tetapi sebagai sinyal sosial yang perlu dikelola secara bijak agar tidak berkembang menjadi ketidakpercayaan yang lebih luas.

Salah satu sumber utama sentimen negatif mengenai beras ini datang dari persepsi publik terhadap kebijakan pemerintah.

BACA JUGA:Pemprov Sumsel Targetkan Setiap Desa Miliki Sekolah PAUD untuk Pemerataan Pendidikan

BACA JUGA:Deru Tegaskan Pemangkasan TKD 39 Persen Jadi Momentum Efisiensi dan Kemandirian Fiskal Sumsel

Kenaikan harga beras, misalnya, sering dianggap sebagai bukti ketidakmampuan negara menjaga stabilitas pangan.

Kekurangan pasokan beras di pasar, yang terkadang terjadi akibat gangguan distribusi, juga menambah frustrasi masyarakat.

Ketika kualitas beras yang beredar dianggap menurun, rasa kecewa itu makin menguat.

BACA JUGA:Deru Buktikan Semangat Sportivitas di Pornas

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan