Mengatasi Sentimen Begatif Isu Beras dan Membangun Ketahanan Pangan
Ilustrasi buruh mengangkut beras di salah agen beras di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta-Foto : ANTARA-
BACA JUGA:9.305 Atlet dari Seluruh Indonesia Meriahkan Pornas Korpri XVII 2025 di Palembang
Kritik serupa muncul dalam aspek distribusi, masih ada daerah yang mengalami kesulitan memperoleh beras dengan harga terjangkau karena distribusi tidak merata atau mekanisme logistik yang tidak efisien.
Kekhawatiran lain muncul dari kondisi petani, yang sering dianggap tidak mendapatkan harga jual beras yang adil, meskipun konsumen di tingkat akhir membayar harga tinggi.
Sentimen negatif pun semakin diperkuat oleh spekulasi dan praktik penimbunan beras oleh oknum yang ingin meraup keuntungan, menciptakan kelangkaan semu dan mendongkrak harga.
BACA JUGA:Herman Deru: Rakernas dan Pornas KORPRI 2025 Jadi Momentum Berkah bagi Sumsel
BACA JUGA:Pemerintah Percepat Sertifikasi Halal dan Peningkatan Standar Keamanan Program Makan Bergizi Gratis
Selain faktor-faktor teknis tersebut, kondisi ekonomi makro turut memperkeruh situasi.
Ketidakpastian ekonomi global maupun domestik dapat mempengaruhi harga bahan pangan, termasuk beras.
Fluktuasi harga pupuk, energi, dan transportasi berdampak pada biaya produksi dan distribusi beras, yang pada akhirnya membebani konsumen. Perubahan regulasi pemerintah yang dinilai tidak berpihak pada sektor pertanian juga bisa menimbulkan resistensi.
Bahkan, faktor emosional, seperti kepanikan pasar dan reaksi berlebihan terhadap isu-isu pangan turut memainkan peran dalam membentuk sentimen negatif mengenai beras yang meluas.
Dinamika mengenai beras ini semakin kompleks, ketika keterbatasan informasi dan pengaruh media yang besar dalam menyebarkan informasi.
Ketika masyarakat tidak mendapatkan penjelasan yang transparan tentang stok, harga, atau kebijakan mengenai beras, spekulasi akan berkembang liar.
Di era media sosial, informasi mengenai beras yang tidak diverifikasi dapat menyebar lebih cepat daripada klarifikasi resmi, sehingga membentuk persepsi publik yang sulit dikendalikan.
Lebih jauh lagi, isu perberasan sering kali dijadikan alat politik oleh kelompok tertentu.
Kritik mengenai beras yang sebenarnya bersifat teknis bisa dimanfaatkan untuk menyerang lawan politik, memperkuat sentimen negatif yang sesungguhnya dapat diredam dengan komunikasi yang tepat.