Syafriandi khawatir akan dicopot dari jabatannya jika tidak memenuhi permintaan tersebut.
Tidak hanya itu, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Bengkulu, Tejo Suroso, juga menyerahkan uang sebesar Rp500 juta.
Dana tersebut diperoleh melalui pemotongan anggaran operasional seperti ATK, SPPD, dan tunjangan pegawai.
BACA JUGA:Operasi KPK di Bengkulu : 4 Orang Pejabat Dibawa, Ada Dugaan OTT ?
"Saat diperiksa, TS mengaku merasa terpaksa menyerahkan dana tersebut karena mendapat tekanan langsung dari RM. Ia bahkan diberi ancaman bahwa jabatannya akan diberikan kepada orang lain jika RM tidak terpilih kembali," lanjut Alexander.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Bengkulu, Saidirman, menyerahkan dana yang lebih besar, yaitu Rp2,9 miliar.
Permintaan ini diklaim sebagai perintah Rohidin untuk mencairkan honor pegawai tidak tetap dan guru tidak tetap sebelum tanggal 27 November 2024.
Selain itu, Kepala Biro Pemerintahan dan Kesra Bengkulu, Ferry Ernest Parera, mengumpulkan dana sebesar Rp1,4 miliar dari berbagai satuan kerja di bawah koordinasinya.
Dana tersebut juga disetorkan kepada Rohidin sebagai bentuk dukungan.
KPK yang telah mengantongi informasi terkait dugaan pemerasan ini kemudian melakukan investigasi mendalam.
Hasilnya, pada Sabtu (23/11) malam, tim KPK menggelar operasi tangkap tangan (OTT) di Bengkulu.
Dalam OTT ini, KPK menangkap delapan orang, termasuk Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah, Sekretaris Daerah Bengkulu Isnan Fajri, dan ajudan gubernur Evriansyah alias Anca.
Lima orang lainnya yang turut ditangkap adalah Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Saidirman, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Syarifudin,
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Syafriandi, Kepala Biro Pemerintahan dan Kesra Ferry Ernest Parera, serta Kepala Dinas PUPR Tejo Suroso.
Setelah menjalani pemeriksaan intensif di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, KPK menetapkan tiga orang sebagai tersangka, yaitu Rohidin Mersyah, Isnan Fajri, dan Evriansyah alias Anca.