Veri menilai, tunjangan perumahan anggota DPR RI tersebut merupakan bukti bentuk ketidak pedulian anggota DPR RI terhadap kondisi masyarakat saat ini.
"Kalau dikatakan pemborosan anggaran maka tunjangan anggota DPR RI ini bisa di katakan bentuk nyata pemborosan anggaran karena sudah mendapat gaji yang lebih dari cukup dan tunjangan lainnya untuk berbagai kegiatan," tandas dia
Harusnya lanjut Veri, tunjangan perumahan DPR RI ini tak usah direalisasikan dan harusnya dihapuskan."Karena dalam kondisi keuangan negara yang minus saat ini untuk membayar cicilan hutang negara saja sulit.
Ini juga menunjukkan ketidakpekaan pemerintah dan anggota DPR RI itu sendiri.
Tentu kondisi ini sangat-sangat memprihatinkan," tukas Veri.
Sebelumnya, Indonesia Corruption Watch (ICW) juga menyoroti kebijakan tunjangan perumahan bagi anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI periode 2024-2029.
Menurut ICW, kebijakan ini merupakan bentuk pemborosan anggaran negara yang tidak berorientasi pada kepentingan publik.
Kebijakan ini muncul setelah adanya perubahan fasilitas bagi anggota DPR yang baru dilantik.
Sebelumnya, anggota DPR mendapatkan fasilitas berupa Rumah Jabatan Anggota (RJA), namun kini diganti dengan tunjangan perumahan.
Perubahan kebijakan tersebut tercantum dalam surat Setjen DPR No.B/733/RT.01/09/2024 yang ditandatangani pada 25 September 2024.
Pemberian tunjangan ini menjadi sorotan karena dinilai tidak sesuai dengan prinsip pengelolaan keuangan negara yang efisien dan akuntabel.
Pemborosan Anggaran Negara
ICW mengungkapkan bahwa pemberian tunjangan perumahan ini akan berdampak signifikan terhadap anggaran negara.
Berdasarkan penelusuran yang dilakukan, total pemborosan anggaran negara untuk tunjangan perumahan anggota DPR diperkirakan akan mencapai antara Rp1,36 triliun hingga Rp2,06 triliun dalam kurun waktu lima tahun.
"Kami memandang bahwa kebijakan tersebut merupakan bentuk pemborosan uang negara dan tidak berpihak pada kepentingan publik," ungkap Seira Tamara, Staf Divisi Korupsi Politik ICW dalam pernyataannya pada Kamis, 10 Oktober 2024.
ICW juga menyebutkan bahwa kebijakan tunjangan ini tidak hanya membebani anggaran negara, tetapi juga kurang mendukung transparansi dalam pengelolaan keuangan publik.