Salah satu kelompok yang paling rentan mengalami kekurangan vitamin D adalah lansia.
Data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan bahwa sekitar 78,2 persen lansia di seluruh dunia mengalami kekurangan vitamin D.
Kekurangan vitamin D dapat mempengaruhi berbagai aspek kesehatan lansia, termasuk kesehatan reproduksi dan sistem pencernaan.
BACA JUGA:Pilihan Gula yang Lebih Baik untuk Penderita Diabetes
BACA JUGA:Hindari Karsinogenik pada Makanan Cepat Saji : Ini Bahayanya bagi Kesehatan !
Gejala seperti batuk-batuk yang sering muncul pada lansia bisa jadi disebabkan oleh kekurangan vitamin D, yang mengganggu kerja saluran pernapasan dan sistem pencernaan.
"Kekurangan vitamin D bisa memicu berbagai masalah pada lansia, termasuk meningkatnya gejala menopause dan GERD (gastroesophageal reflux disease). Hal ini terjadi karena penjepit saluran napas dari lambung ke leher, yang biasanya berfungsi untuk mencegah asam lambung naik, sudah tidak bekerja dengan baik," tambah dr. Dara.
Vitamin D memiliki peran penting dalam menjaga kesehatan tulang dan otot, yang sering kali menjadi masalah besar bagi lansia.
Kekurangan vitamin ini bisa menyebabkan penurunan massa otot dan kekuatan tulang, yang pada gilirannya meningkatkan risiko jatuh dan patah tulang pada lansia.
Menurut dr. Dara, ada beberapa gejala umum yang dapat mengindikasikan seseorang mengalami kekurangan vitamin D.
Salah satu yang paling sering dijumpai adalah rasa lelah yang berlebihan.
Orang yang kekurangan vitamin D juga cenderung malas bergerak, rambut rontok, dan sering kali merasa tidak bertenaga.
Ibu hamil dan wanita menopause juga sangat rentan mengalami gejala-gejala ini, mengingat perubahan hormonal yang terjadi di dalam tubuh mereka.
"Jika Anda merasa sering lelah, malas bergerak, atau mengalami kerontokan rambut yang berlebihan, ini bisa jadi tanda bahwa tubuh Anda kekurangan vitamin D. Hal ini sering kali kita abaikan, padahal dampaknya bisa cukup serius bagi kesehatan tubuh secara keseluruhan," jelasnya.
Menurut WHO, kadar vitamin D rata-rata pada orang Indonesia hanya mencapai 17,2 nanogram per mililiter (ng/mL), jauh di bawah angka standar minimal yang direkomendasikan yaitu 30 ng/mL.
Ini menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia sebenarnya mengalami kekurangan vitamin D.