"Selama AD/ART partai tersebut mengatur mekanisme pengambilan keputusan pengurus partai tingkat pusat dalam hal ketua umum berhalangan atau mengundurkan diri, maka proses pencalonan bisa tetap berjalan dengan mekanisme yang sudah diatur," tambahnya.
Lebih lanjut, Titi menjelaskan bahwa hal ini kembali pada ketentuan yang ada di dalam AD/ART partai politik masing-masing.
Setiap partai memiliki kebijakan internal yang berbeda dalam menangani situasi di mana ketua umum berhalangan atau mengundurkan diri.
BACA JUGA:Bawaslu OKU Minta ASN Netral Saat Pilkada 2024
BACA JUGA:HDCU Unggul di Semua Survei Terkemuka : Tanda Kemenangan Makin Jelas di Pilkada Sumsel 2024 !
Namun demikian, untuk memastikan kepastian hukum dan menjadi pedoman bagi partai politik dalam proses pencalonan pada Pilkada 2024.
Titi menyarankan agar Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengatur hal ini dengan lebih eksplisit lagi melalui petunjuk teknis yang lebih terperinci.
Titi juga mengemukakan bahwa peristiwa serupa pernah terjadi pada Pemilu 2024 ketika Muhammad Mardiono, yang menjabat sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Di mana, dia menjalankan tugas mencalonkan anggota DPR RI sesuai dengan ketentuan yang ada dalam AD/ART PPP.
Ketika itu, Muhammad Mardiono mengambil alih peran ketua umum definitif yang sedang berhalangan atau ketika posisi tersebut tidak terisi.
"Ini menjadi contoh konkret bagaimana mekanisme dalam AD/ART partai politik mampu mengatasi situasi darurat seperti pengunduran diri ketua umum tanpa mengganggu proses pencalonan," jelasnya.
Dalam konteks ini, Titi menekankan pentingnya kepatuhan terhadap AD/ART partai sebagai landasan utama dalam menghadapi situasi ketidakpastian.
Bahkan, pengunduran diri seorang ketua umum tidak seharusnya menimbulkan keraguan terhadap legitimasi pencalonan partai tersebut, asalkan AD/ART telah mengatur prosedur yang jelas.
Menguatkan argumennya, Titi merujuk pada Pasal 98 ayat (3) PKPU Nomor 8 Tahun 2024, yang menyatakan bahwa dalam hal pimpinan partai politik tingkat pusat yang mengambil alih pendaftaran calon pada Pilkada berhalangan melakukan pendaftaran.
Surat pencalonan dan kesepakatan serta surat persetujuan pasangan calon dapat ditandatangani oleh pengurus partai politik peserta pemilu tingkat pusat yang memperoleh mandat berdasarkan mekanisme pengambilan keputusan sesuai dengan AD/ART partai politik peserta pemilu yang bersangkutan.
"Dengan adanya ketentuan ini, maka kekhawatiran akan terhambatnya proses pendaftaran pasangan calon akibat pengunduran diri ketua umum partai dapat diredam. Mekanisme internal partai yang sudah diatur dengan baik dalam AD/ART memberikan kepastian bahwa proses pencalonan akan tetap berjalan meskipun ada situasi darurat seperti pengunduran diri ketua umum," ujarnya.