Menurut Titi, PKPU Nomor 8 Tahun 2024 ini telah memberikan kerangka hukum yang memadai untuk memastikan bahwa proses demokrasi dalam Pilkada tetap berjalan dengan baik, bahkan dalam kondisi yang tidak terduga sekalipun.
Ia menilai bahwa PKPU ini telah berhasil memberikan perlindungan dan kepastian hukum bagi partai politik dalam menjalankan proses pencalonan, meskipun ada kendala pada tingkat kepemimpinan pusat.
Meskipun demikian, Titi menggarisbawahi perlunya KPU untuk memberikan pengaturan yang lebih rinci terkait dengan teknis pelaksanaan pendaftaran pasangan calon.
Terutama dalam situasi di mana ketua umum partai politik mengundurkan diri atau berhalangan tetap.
Ia menilai bahwa petunjuk teknis yang lebih jelas dan terperinci dari KPU akan sangat membantu partai politik dalam menjalankan proses pencalonan tanpa menghadapi kendala berarti.
"Langkah ini akan memberikan kepastian hukum yang lebih baik dan menjadi pedoman yang jelas bagi partai politik dalam menghadapi berbagai kemungkinan yang bisa terjadi selama proses Pilkada," tambahnya.
Titi juga menyarankan agar KPU berkoordinasi dengan partai politik untuk memastikan bahwa setiap partai memiliki mekanisme yang jelas dalam AD/ART mereka terkait dengan pengunduran diri atau berhalangannya ketua umum.
Dengan adanya koordinasi ini, KPU dapat memastikan bahwa semua partai politik siap menghadapi situasi yang tidak terduga tanpa mengorbankan kualitas dan kelancaran proses demokrasi.
Selain dampaknya pada proses pencalonan di Pilkada, pengunduran diri Airlangga Hartarto juga diperkirakan akan membawa pengaruh pada dinamika internal Partai Golkar.
Namun, menurut Titi, pengaruh tersebut lebih terkait dengan aspek manajemen internal dan arah kebijakan partai ke depan, bukan pada aspek administrasi pendaftaran calon di Pilkada.
"Pengunduran diri seorang ketua umum tentu akan mengguncang dinamika internal partai, terutama dalam hal kepemimpinan dan arah kebijakan. Namun, dalam konteks pencalonan di Pilkada, hal ini tidak akan terlalu berpengaruh karena mekanisme pencalonan tetap dapat berjalan sesuai dengan AD/ART," jelasnya.
Titi menambahkan bahwa Golkar sebagai partai besar dan berpengalaman seharusnya sudah memiliki mekanisme internal yang matang untuk menghadapi situasi semacam ini.
Bahkan, ia meyakini bahwa pengunduran diri Airlangga bisa menjadi momentum bagi Golkar untuk melakukan konsolidasi internal yang lebih baik, sehingga partai tersebut bisa lebih solid menghadapi Pilkada 2024.
"Ini bisa menjadi kesempatan bagi Golkar untuk memperkuat barisan dan menunjukkan bahwa partai ini mampu menghadapi tantangan apapun, termasuk perubahan di tingkat kepemimpinan," tegasnya.
Meskipun secara regulasi tidak ada hambatan yang berarti, Titi tidak menampik bahwa pengunduran diri Airlangga Hartarto dapat menimbulkan tantangan lain bagi Golkar, terutama dalam hal konsolidasi internal dan penentuan arah kebijakan partai ke depan.
"Setiap perubahan kepemimpinan tentu membawa tantangan tersendiri, terutama dalam hal menjaga kekompakan dan soliditas internal partai. Ini akan menjadi ujian bagi Golkar untuk tetap solid dan mampu beradaptasi dengan perubahan yang terjadi," ujarnya.