Yahya Sinwar dan Pergeseran Strategis Dalam Kepemimpinan Hamas : Sumpah Kesetiaan Brigade Al-Qassam !

Sabtu 10 Aug 2024 - 10:42 WIB
Reporter : Maryati
Editor : Robiansyah

Menyebabkan banyak korban jiwa dan merusak reputasi keamanan Israel di dunia internasional.

Israel menganggap Sinwar sebagai dalang di balik beberapa serangan besar, termasuk operasi "Banjir Al-Aqsa".

Pemikiran strategis dan keterampilan kepemimpinannya membuatnya menjadi tokoh sentral dalam Hamas, dan kenaikannya ke puncak biro politik menunjukkan potensi peningkatan strategi yang lebih berfokus pada militer dalam kelompok tersebut.

BACA JUGA:Presiden Israel Nyatakan Serangan Rudal Iran sebagai Pernyataan Perang

BACA JUGA:Iran Klaim Serang Israel Sesuai Pasal 51 Piagam PBB, Begini Reaksi Netanyahu !

Israel secara terbuka menyatakan bahwa menghilangkan Sinwar adalah salah satu tujuan utama dalam operasi militer yang sedang berlangsung di Gaza.

Penunjukan Sinwar datang pada saat ketegangan regional semakin meningkat, terutama setelah pembunuhan Haniyeh dan Fuad Shukr, seorang pemimpin militer terkemuka Hizbullah, dalam serangan udara Israel di Beirut pada 30 Juli.

Peristiwa-peristiwa ini telah menimbulkan kekhawatiran akan kemungkinan terjadinya perang regional berskala penuh, karena Hamas dan Hizbullah, bersama sekutu-sekutunya, mungkin berupaya membalas dendam terhadap Israel.

Kematian Haniyeh, yang merupakan tokoh sentral dalam strategi politik Hamas, dan kebangkitan Sinwar, menandai pergeseran menuju pendekatan yang lebih militan.

Sejarah Sinwar sebagai seorang garis keras dalam Hamas menunjukkan bahwa kepemimpinannya dapat mengakibatkan eskalasi kekerasan, tidak hanya di Gaza tetapi juga berpotensi dalam konflik regional yang lebih luas.

Konflik di Gaza telah memasuki fase yang berkepanjangan dan menghancurkan, dengan pasukan Israel terus melanjutkan operasi militer meskipun ada seruan internasional untuk gencatan senjata.

Dewan Keamanan PBB telah mengeluarkan resolusi yang menuntut penghentian segera permusuhan, tetapi ini sebagian besar diabaikan oleh Israel.

Akibatnya, situasi kemanusiaan di Gaza memburuk secara dramatis.

Sejak konflik dimulai pada bulan Oktober, hampir 40.000 orang Palestina telah terbunuh, sebagian besar wanita dan anak-anak, dan lebih dari 91.700 terluka, menurut otoritas kesehatan setempat.

Blokade yang diberlakukan oleh Israel telah melumpuhkan Jalur Gaza, memotong pasokan penting seperti makanan, air bersih, dan bantuan medis. Infrastruktur di Gaza telah hancur, dengan seluruh lingkungan menjadi puing-puing.

Komunitas internasional telah mengutuk tindakan Israel, menuduh negara tersebut melakukan genosida. Pengadilan Internasional (ICJ) telah memerintahkan Israel untuk menghentikan operasi militernya.

Kategori :