Akan tetapi, celotehan dan cibiran itu tak pernah sedikit pun melunturkan semangat Adolof melestarikan populasi kerang.
BACA JUGA:Menyiasati Defisit Air untuk Pertanian di Kaldera Gunung Batur Bali
BACA JUGA:Momentum Ramadhan dan Kemenangan Kebangsaan
Ia bahkan mengajak istri dan anaknya tidak menjual dan mengonsumsi kerang.
"Hanya istri dan anak saja yang bantu saya pelihara kima (kerang). Dong (masyarakat kampung) lihat sa (saya) sebelah mata saja," ucap Adolof.
Terkadang, suami Welmina Ayemseba itu harus menyewa perahu motor untuk mengambil kerang dari Pulau Auri dengan waktu tempuh hampir 3 jam.
Namun, laku konservasi memang sudah melekat dalam dirinya.
Selain kerang, Adolof juga membudidayakan terumbu karang, penetasan telur penyu, dan memberi makan ikan di perairan tempat pengembangbiakan kerang.
Suatu ketika, Adolof bertemu dengan tim dari Balai Besar Konservasi Taman Nasional Teluk Cendrawasih (TNTC) Papua Barat.
Tim TNTC tertarik melihat apa yang sudah dikerjakan oleh Adolof selama belasan tahun hingga kemudian ia diusulkan ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sebagai salah seorang penerima Kalpataru 2024 Kategori Perintis Lingkungan.
"Saya tidak mengira terima penghargaan itu. Saya mau menangis. Saya bangga, Pemerintah bisa lihat apa yang saya sudah kerjakan" ucap Adolof.
Tekad wujudkan Ekowisata
Sejak kecil, ayah dari delapan orang anak itu diajarkan oleh kedua orang tuanya agar tidak merusak lingkungan yang telah memberikan kehidupan bagi umat manusia.
Adolof, yang hanya menyelesaikan pendidikan sekolah dasar, bertekad mewujudkan Kampung Yende dan sekitarnya menjadi salah satu destinasi ekowisata di Kabupaten Teluk Wondama.
Ketulusan hati merawat lingkungan selama belasan tahun berbuah manis. Adolof mendapat dukungan anggaran dari KLHK sebanyak Rp40 juta untuk mengembangkan kawasan pelestarian kerang dan lainnya.
Pemerintah Provinsi Papua Barat juga menyerahkan penghargaan dan uang pembinaan Rp10 juta atas dedikasi Adolof Wonemseba terhadap kelestarian lingkungan.