Kisah Adolof Melawan Cibiran Hingga Menerima Kalpataru

Rabu 12 Jun 2024 - 19:05 WIB
Reporter : Maryati
Editor : Dahlia

MANOKWARI - Nelayan berusia 45 tahun itu terdiam sejenak. Kedua bola matanya berkaca-kaca.

Senang bercampur haru menyatu menjadi satu saat ia berkisah tentang perjuangan melestarikan kerang dari kepunahan.

Hanya segelintir orang yang mengenal sosok Adolof Olo Wonemseba.

I a lahir di Kampung Yende, Pulau Roon, Distrik Roon, Kabupaten Teluk Wondama, Provinsi Papua Barat, pada 11 Agustus 1979.

BACA JUGA:Kementan Latih Jutaan Petani dan Penyuluh Antisipasi Darurat Pangan

BACA JUGA:Menjadi Warga Senior yang Mandiri Paripurna

Kepedulian melestarikan lingkungan secara mandiri, terutama menjaga populasi kerang berbagai jenis, sudah dilakukan sejak tahun 2008.

Hal itu dipicu oleh kegelisahan terhadap populasi kerang yang mulai berkurang akibat sejumlah faktor.

Sembari melakukan aktivitas sebagai nelayan, Adolof tak lupa menyempatkan diri mengumpulkan kerang dari Pulau Auri untuk dibudidayakan di pesisir pantai Kampung Yende.

Lokasi budi daya pertama kali seluas 20x40 meter dengan jumlah kerang terdiri dari tiga kerang raksasa, 12 kerang raja, 25 kerang tangga, dan 15 kerang kikis.

BACA JUGA:BNPB Janji Bantu Perbaiki Infrastruktur OKU yang Rusak Akibat Banjir

BACA JUGA:Sejarawan: Tambo Tuanku Imam Bonjol Berisikan Sejarah Indonesia

"Awalnya saya molo (menangkap ikan dengan cara menyelam) lalu saya lihat kerang-kerang sudah jarang dilihat," ucap Adolof saat ditemui di Manokwari.

Seluruh kegiatan budi daya kerang dilakukan menggunakan pola-pola tradisional, tanpa ada bantuan dari pemerintah kampung dan pemerintah kabupaten setempat.

Bahkan, tidak jarang apa yang dilakukan Adolof dipandang sebelah mata oleh masyarakat kampung.

Kategori :