Sejarah Bayung Lencir juga kaya dengan berbagai peninggalan budaya dan artefak.
Terdapat piagam berupa tembaga yang diberikan oleh Ratu Senuhun dari Kerajaan Palembang kepada Desa Bangsa, menyiratkan adanya pengaruh kerajaan pada masa lalu. Piagam ini masih dijaga sebagai pusaka oleh keturunan Desa Bangsa.
Temuan arkeologis di Dusun Sentang, termasuk guci-guci kuno dan mangkuk keramik dari Dinasti Yuan, menandakan keberlanjutan tempat ini sebagai area pemukiman dan penguburan sejak zaman prasejarah hingga awal Masehi.
Artefak ini ditemukan dari dalam tanah saat penggalian untuk pembuatan rumah, termasuk kendi keramik berukuran tinggi 28 cm dengan hiasan kelopak bunga, yang diperkirakan berasal dari Dinasti Han (3 SM - 3 M), Dinasti Wei (3 M - 7 M), dan Tang (7 M - 10 M).
Permukiman di Bayung Lencir, khususnya di tepi sungai Lalan, memiliki pola linear mengikuti aliran sungai.
Rumah-rumah panggung didirikan di tanah kering dan tepi sungai, sementara rumah rakit berada di perairan sungai.
Jerambah digunakan sebagai sarana menghubungkan antar-rumah, menciptakan jaringan komunitas yang erat dan saling terkait.
Penduduk Sentang, sebagian besar pendatang dari Palembang dan Komering sejak tahun 1958, awalnya membangun pondok berdinding kulit kayu.
Pola permukiman penduduk asli, seperti Suku Anak Dalam, berbeda karena mereka memisahkan diri dalam pembangunan tempat tinggal.
Hingga tahun 1985, sekitar permukiman Sentang masih ditutupi hutan yang kaya akan berbagai jenis pohon seperti ulin, merawan, meranti, tembest, petaling, dan puna.
Namun, kini hutan tersebut sudah habis, digantikan oleh lahan pertanian dan perkebunan.
Penemuan cadangan gas terbesar nomor empat di dunia di blok Sakakemang, Desa Tampang Baru, Kecamatan Bayung Lencir, oleh Repsol SA, perusahaan energi asal Spanyol, menjadi titik terang bagi masa depan ekonomi Bayung Lencir.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Musi Banyuasin (Muba), Sumatera Selatan (Sumsel), diperkirakan tembus Rp 7 triliun dalam 10-15 tahun ke depan.
Bupati Muba saat dijabat Dodi Reza Alex Noerdin mengatakan, jika Blok Sakakemang mulai beroperasi, hal itu tentu dapat membantu pembangunan infrastruktur di wilayah tersebut.
Pengembangan Blok Sakakemang diharapkan dapat menciptakan lapangan kerja baru, meningkatkan pendapatan daerah, dan mendorong pembangunan infrastruktur yang lebih baik.
Namun, masyarakat dan pemerintah daerah juga harus siap menghadapi tantangan seperti perubahan sosial dan lingkungan yang mungkin timbul akibat eksploitasi sumber daya alam.