KESEHATAN, KORANPALPOS.COM - Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Maxi Rein Rondonuwu menegaskan tidak ada hubungan antara penyebaran nyamuk ber-wolbachia dan tingkat keganasan nyamuk Aedes aegypti, penyebab demam berdarah.
Menurut dia, karakteristik nyamuk Aedes aegypti di daerah yang telah disebarkan maupun belum disebarkan nyamuk ber-wolbachia tetap sama.
Selain itu, tanda dan gejala orang yang terkena gigitan nyamuk Aedes aegypti juga sama, seperti demam tinggi yang diikuti nyeri otot, mual, muntah, sakit kepala, mimisan, dan gusi berdarah.
BACA JUGA: Wajib Tahu ! Anak Perempuan Rentan Mengalami Gangguan Dismorfik Tubuh Dibandingkan Laki-laki
BACA JUGA:Dokter Ingatkan Diabetesi untuk Menjaga Asupan Kalori saat Lebaran
"Secara keseluruhan karakteristik dan gejalanya sama. Bahkan, tidak ada perbedaan jumlah nyamuk Aedes aegypti sebelum dan setelah wolbachia dilepaskan," kata Maxi dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Selasa dini hari.
Maxi mengungkapkan bahwa penyebaran nyamuk ber-wolbachia telah terbukti efektif menurunkan kasus demam berdarah di Kota Yogyakarta.
Sejak pertama kali disebar pada tahun 2017, katanya, nyamuk ber-wolbachia telah terbukti mampu menurunkan 77 persen angka kejadian dengue dan 86 persen kejadian masuk rumah sakit.
BACA JUGA:Ramuan Jahe Dapat Menurunkan Kadar Gula Darah dan Anti Penuaan : Begini Cara Meramunya !
BACA JUGA:Kiat Sehat untuk Menikmati Makan Lebaran Tanpa Gangguan Pencernaan
Menurut pantauan Kemenkes dan dinas kesehatan di Semarang, Kupang, Bontang, Bandung, dan Jakarta Barat, yaitu kota-kota tempat nyamuk ber-wolbachia disebar, konsentrasi nyamuk Aedes aegypti ber-wolbachia yang ada di alam berada di kisaran 20 persen setelah pelepasan.
Angka tersebut, menurut dia, masih berada di bawah persentase nyamuk Aedes aegypti ber-wolbachia yang idealnya mencapai 60 persen di alam.
"Setelah populasinya mencapai 60 persen, pelepasan ember nyamuk ber-wolbachia akan ditarik kembali dan hasil penurunan kasus dengue baru akan mulai terlihat setelah 2 tahun, 4 tahun, 10 tahun, dan seterusnya seperti implementasi yang dilakukan di Kota Yogyakarta," katanya.
BACA JUGA:Kebanyakan Makan Jengkol Ternyata Dapat Merusak Ginjal, Berikut Penjelasannya !
BACA JUGA:Jalan Kaki dan Naik Tangga Ternyata Dianjurkan untuk Kesehatan, Simak Penjelasannya !