PALEMBANG, KORANPALPOS.COM - PT Kereta Api Indonesia (KAI) Divisi Regional (Divre) III, yang bermarkas di Palembang, menegaskan komitmennya dalam menjaga integritas dan pengelolaan aset negara.
Hal ini sebagai respons terhadap berbagai upaya peningkatan efektivitas dan efisiensi pengelolaan aset negara yang menjadi tanggung jawab perusahaan.
Manager Humas PT KAI Divre III Palembang, Aida Suryanti, menjelaskan bahwa perusahaan telah melakukan serangkaian upaya preventif dan represif untuk memastikan bahwa aset negara yang dikelola oleh PT KAI Divre III Palembang diurus sesuai dengan peraturan yang berlaku.
BACA JUGA:KAI Sebut Tiket Mudik Lebaran Ludes Terjual
"Sebagai bagian dari komitmen kami untuk melindungi aset negara, kami telah melakukan langkah-langkah preventif seperti pemetaan ulang batasan tanah yang tercatat dalam Grondkaart, serta melakukan pensertipikatan dan kerjasama dengan berbagai instansi terkait termasuk KPK, TNI, Polri, Kejaksaan, dan Badan Pertanahan Nasional (BPN)," ungkap Aida.
Selain itu, PT KAI Divre III juga mengambil tindakan represif terhadap pihak-pihak yang mencoba menguasai atau menyalahgunakan aset negara yang dikelola oleh perusahaan tanpa izin atau perjanjian yang sah.
"Aksi represif kami melibatkan upaya hukum, seperti mengajukan gugatan ke pengadilan untuk pembatalan sertifikat hak milik (SHM) yang dikeluarkan atas nama pribadi atau masyarakat atas lahan yang seharusnya menjadi aset PT KAI," tambahnya.
BACA JUGA:Lebaran Bersama PT KAI: Lomba Foto Mengabadikan Kemeriahan Mudik
BACA JUGA:Kebijakan KAI Terhadap Penumpang LRT Selama Ramadhan, Perbolehkan Berbuka di Gerbong
Salah satu contoh konkret dari upaya hukum tersebut adalah kasus pembatalan 5 SHM atas nama Chrysantus Hasan Taslim, yang merupakan objek perkara di wilayah Muara Enim.
Kasus ini bermula saat tempat usaha hotel dibangun di atas lahan yang dimiliki oleh PT KAI, yang didasarkan pada Grondkaart No.2 tahun 1924.
"Kami telah mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Palembang untuk pembatalan 5 SHM objek perkara tersebut. Setelah melalui proses persidangan, PTUN memenangkan kami dan menyatakan pembatalan 5 SHM tersebut," jelas Aida.