Putusan MK Pisahkan Pemilu Nasional dan Daerah: Guncang Politik, Picu Pro-Kontra

Senin 28 Jul 2025 - 16:18 WIB
Reporter : Bambang Samudera
Editor : Dahlia

Opsi kedua, sambung dia, kepala daerah diangkat menjadi penjabat, sementara anggota DPRD dipilih melalui pemilu sela.

Ia menjelaskan pemilu sela merupakan pemilihan di luar jadwal resmi.

“Apa itu? Ya pemilu sela dua tahun atau dua setengah tahun. Sekarang ada pemilu, tapi masa jabatannya berlaku sampai 2031. Sudah itu ada pemilu lagi serentak dengan kepala daerahnya,” kata Mahfud.

Opsi ketiga, masa jabatan kepala daerah diperpanjang dengan penjabat, sementara anggota DPRD diperpanjangn dengan undang-undang tanpa pemilu sela.

Adapun opsi keempat, yaitu melaksanakan pemilu sela untuk memilih anggota DPRD dan kepala daerah sekaligus untuk periode peralihan.

Terakhir, opsi kelima, kembali kepada mekanisme pilkada digelar melalui DPRD.

Kendati menyebut hal ini dimungkinkan, Mahfud tidak menganjurkan pembentuk undang-undang memilih opsi ini karena terlalu ekstrem.

“Itu akan mundur. Saya tidak merekomendasikan, cuma itu bisa menjadi alternatif yang boleh. Saya lebih suka pemilu seperti sekarang, sama-sama langsung, tetapi jadwalnya menjadi problem,” ujarnya.

Diketahui, MK melalui Putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024 memutuskan keserentakan pemilu yang konstitusional ialah pemilu daerah digelar sejak dua atau dua setengah tahun pemilu nasional rampung.

Pemilu daerah antara lain pemilihan anggota DPRD provinsi, kabupaten, dan kota serta kepala dan wakil kepala daerah, sementara pemilu nasional terdiri atas pemilihan anggota DPR RI, DPD RI, serta presiden dan wakil presiden.

Adapun titik rampungnya pemilu nasional, menurut MK, yaitu ketika anggota DPR, DPD, serta presiden/wakil presiden terpilih dilantik. 

Terpisah, Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya Sugiarto memastikan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pemisahan pemilu nasional dan daerah dijadikan sebagai referensi dalam revisi Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

“Saat ini kita (kami, red.) tengah melakukan kajian dan putusan MK itu kita jadikan referensi yang sangat penting,” kata Bima saat wawancara khusus di Kantor Berita ANTARA, Pasar Baru, Jakarta, Jumat (25/07/2025).

Bima menyebut internal Kemendagri tengah melakukan kajian bersama dengan kementerian/lembaga lainnya, termasuk Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan DPR RI.

Menurut dia, revisi UU Pemilu harus melalui proses kajian yang matang, tidak terburu-buru, dan melibatkan semua kalangan.

“Saya kira saat ini yang harus kita pastikan adalah, ya, sejauh mana kemudian putusan itu betul-betul sejalan dengan Undang-Undang Dasar 1945. Kita pastikan lagi supaya jangan-jangan nanti bisa digugat lagi dan sebagainya,” katanya.

Kategori :