“Persidangan ini menjadi harapan besar bagi kami sebagai keluarga korban. Kami percaya institusi TNI akan mengedepankan keadilan dan transparansi dalam proses peradilan ini. Kami berharap majelis hakim memberikan putusan yang seadil-adilnya bagi korban,” ungkap Putri.
Ia juga menegaskan bahwa keluarga korban telah mengikuti perkembangan penyelidikan sejak awal dan mendukung jalannya proses hukum secara profesional dan independen.
Kasus tragis ini terjadi pada Senin, 17 Maret 2025, saat tim gabungan kepolisian dari Polsek Negara Batin dan Polres Way Kanan melakukan penggerebekan terhadap praktik perjudian sabung ayam di sebuah lokasi terpencil di Kampung Karang Manik.
Dalam operasi tersebut, terjadi insiden baku tembak yang menyebabkan tiga anggota kepolisian gugur, yakni:
1. Ajun Komisaris Polisi (Anumerta) Lusiyanto, Kapolsek Negara Batin,
2. Ajun Inspektur Polisi Dua (Anumerta) Petrus Apriyanto, Bintara Polsek Negara Batin,
3. Brigadir Polisi Dua (Anumerta) M Ghalib Surya Ganta, anggota Satreskrim Polres Way Kanan.
Berdasarkan hasil penyidikan awal, diketahui bahwa Kopda Basarsyah, yang berada di lokasi kejadian dan diketahui membawa senjata api, diduga menjadi pelaku utama penembakan.
Ia disebut sempat melepaskan beberapa tembakan yang mengenai ketiga polisi hingga meninggal dunia di tempat.
Sementara Peltu Yohanes Lubis berada di lokasi sebagai peserta atau pelindung kegiatan judi sabung ayam, meskipun tidak terlibat langsung dalam aksi penembakan.
Peristiwa ini sempat mengguncang hubungan antara TNI dan Polri di tingkat lokal maupun nasional.
Namun, pimpinan kedua institusi segera merespons dengan langkah-langkah tegas untuk memastikan penegakan hukum tetap berjalan sesuai prosedur dan tidak mengganggu stabilitas institusional.
Mabes TNI menyatakan komitmennya untuk mendukung proses hukum terhadap oknum yang terbukti bersalah.
"Siapa pun yang melanggar hukum harus diproses secara adil. Kami tidak akan melindungi anggota yang mencoreng nama baik institusi," demikian pernyataan resmi dari Kepala Pusat Penerangan TNI pada Maret lalu.
Pakar hukum militer, Dr. Syaiful Hamdi, mengatakan bahwa perkara ini menjadi ujian penting bagi sistem peradilan militer.
“Dengan keterbukaan dan pengawasan publik yang tinggi, kasus ini harus menjadi preseden bahwa penegakan hukum di tubuh militer tetap profesional dan berkeadilan,” ujarnya.