Banyak netizen menganggap kebijakan ini akan memperburuk kondisi masyarakat, terutama bagi mereka yang bergantung pada kendaraan bermotor untuk mencari nafkah.
"Motor saya satu-satunya alat buat ojek online. Kalau disita karena telat bayar pajak, saya mau makan apa?" kata seorang warganet di Facebook.
Netizen lain juga menyoroti potensi dampak kebijakan ini terhadap sektor usaha kecil.
"Banyak pedagang keliling, kurir, dan pekerja lapangan yang pakai motor buat kerja. Kalau kendaraan mereka dianggap bodong dan enggak bisa dipakai, siapa yang bertanggung jawab?"
Sejumlah warganet menuding bahwa kebijakan ini dibuat hanya untuk meningkatkan pendapatan negara tanpa mempertimbangkan kondisi ekonomi rakyat.
"Kok kayaknya pemerintah cuma mikir duit pajak doang? Kenapa enggak ada solusi lain buat meringankan beban rakyat, misalnya keringanan atau cicilan pajak?" ujar seorang pengguna Instagram.
Sebelumnya, berdasarkan regulasi ini, kendaraan bermotor dengan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) yang mati selama dua tahun akan langsung disita oleh pihak kepolisian.
Sebagaimana diketahui, setiap pengendara wajib memiliki STNK sebagai bukti registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor.
Dokumen ini juga berfungsi sebagai bukti kepemilikan, tanda legalitas operasional kendaraan di jalan raya, serta bukti pembayaran pajak kendaraan bermotor.
STNK Wajib Diperpanjang Secara Berkala. Untuk menjaga legalitas kendaraan, pemilik wajib melakukan perpanjangan STNK setiap tahun.
Selain itu, setiap lima tahun sekali, pemilik kendaraan harus memperbarui data kendaraan, mengganti STNK dan pelat nomor, serta membayar pajak kendaraan.
Namun, jika STNK tidak diperpanjang selama dua tahun berturut-turut setelah masa berlaku habis, kendaraan berisiko disita dan datanya dihapus dari daftar registrasi kendaraan bermotor.