Untuk mengantisipasi berbagai bahaya deepfake, menurut Chairman Lembaga Riset Keamanan Siber CISSReC ini, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) saja tidaklah cukup.
Deepfake, kata Pratama, termasuk sebagai salah satu berita bohong atau hoaks yang bisa dijerat dengan pasal-pasal yang ada pada UU ITE dan UU PDP. Akan tetapi, pelaku berita bohong via deepfake tersebut juga bisa dituntut dengan tambahan dakwaan dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) terkait dengan penipuan serta pencemaran nama baik.
Ancaman diskualifikasi terhadap peserta pemilu, niscaya calon anggota legislatif, partai, dan peserta pilpres akan berpikir lebih panjang sebelum membuat dan menyebarkan berita bohong menggunakan deepfake tersebut. (ant)