Bahan-Bahan: Tepung beras, tepung ketan, gula merah yang dilelehkan, kelapa parut, dan air.
BACA JUGA:Soun Goreng : Hidangan Legendaris yang Tetap Eksis dalam Kuliner Indonesia
BACA JUGA:Kue Bugis Mandi : Manisnya Tradisi dan Kelezatan yang Tak Lekang oleh Waktu
Pencampuran: Semua bahan dicampur hingga membentuk adonan yang lembut.
Pembentukan: Adonan dibentuk bulat dengan lubang di tengah, menyerupai cincin.
Penggorengan: Adonan yang sudah dibentuk digoreng dalam minyak panas hingga berwarna kecokelatan dan matang merata.
Proses pembuatan yang memerlukan ketelatenan ini membuat kue cincin memiliki cita rasa yang autentik dan tekstur yang kenyal namun lembut di dalam.
Meski zaman terus berubah, kue cincin tetap mampu bertahan di tengah serbuan makanan modern.
Di beberapa daerah, kue ini kini dijual tidak hanya di pasar tradisional, tetapi juga di toko oleh-oleh hingga platform e-commerce.
Inovasi rasa dan tampilan juga mulai dilakukan untuk menarik minat generasi muda, seperti penambahan topping cokelat, keju, atau bahkan matcha.
Namun, di balik inovasi tersebut, banyak produsen tetap mempertahankan resep asli agar cita rasa autentiknya tetap terjaga.
Salah satu produsen kue cincin di Jakarta, Ibu Nurhayati, mengungkapkan bahwa menjaga kualitas bahan dan cara tradisional adalah kunci untuk mempertahankan kepercayaan pelanggan.
"Walaupun banyak makanan modern, kue cincin tetap punya tempat di hati masyarakat karena rasa dan kenangannya.
Orang tua sering mengenalkan kue ini ke anak-anak mereka sebagai bagian dari warisan budaya," ujar Ibu Nurhayati.
Selain menjadi camilan, kue cincin memiliki nilai simbolis dalam tradisi Betawi.
Bentuknya yang melingkar melambangkan keabadian dan hubungan yang erat antara anggota keluarga.