Ia menyebutkan bahwa pemeriksaan terhadap pihak-pihak terkait dilakukan di Mapolresta Bengkulu.
Deddy menambahkan bahwa pihaknya hanya bertugas untuk mengamankan jalannya kegiatan KPK.
Ia menegaskan bahwa isi dari kegiatan tersebut sepenuhnya berada di bawah kewenangan KPK, sehingga Polresta Bengkulu tidak terlibat langsung dalam investigasi.
BACA JUGA:KPK Temukan Mobil-Mobil Harun Masiku : Proses Penyidikan Masih Berlanjut !
BACA JUGA:KPK Tahan 3 Tersangka Korupsi PLN Unit PLTU Bukit Asam : Begini Modus dan Kerugian Negara !
Salah satu pihak yang diperiksa dalam kasus ini adalah Gubernur Bengkulu, Rohidin Mersyah.
Keterlibatan nama besar seperti gubernur menambah bobot kasus ini, sehingga menarik perhatian publik.
Kasus ini diduga melibatkan pungutan dana dari para pegawai di lingkungan pemerintah daerah untuk mendanai pelaksanaan Pilkada.
Praktik seperti ini, jika terbukti, dapat menjadi preseden buruk bagi pelaksanaan demokrasi di Indonesia yang mengharuskan dana kampanye berasal dari sumber yang sah dan tidak melibatkan tekanan atau paksaan.
Langkah KPK dalam mengungkap kasus ini menunjukkan komitmen lembaga antirasuah tersebut untuk menindak segala bentuk penyalahgunaan wewenang.
Meski demikian, publik masih menantikan detail lebih lanjut mengenai modus operandi, pihak-pihak yang terlibat, dan bagaimana aliran dana ini digunakan.
Kasus seperti ini bukanlah yang pertama kali terjadi di Indonesia.
Pungutan liar yang dilakukan untuk mendanai kegiatan politik, termasuk Pilkada, telah menjadi permasalahan kronis di berbagai daerah.
Kegiatan semacam ini tidak hanya merusak kepercayaan masyarakat terhadap institusi pemerintahan, tetapi juga mencederai prinsip demokrasi yang sehat.
Pilkada yang membutuhkan biaya besar sering kali mendorong para kandidat untuk mencari sumber pendanaan alternatif, termasuk yang berasal dari jalur ilegal.
Dalam banyak kasus, dana yang terkumpul dari praktik ini digunakan untuk membiayai kebutuhan kampanye, seperti alat peraga, logistik, hingga kegiatan politik lainnya.