Hasil penggeledahan tersebut membuahkan barang bukti yang cukup signifikan, termasuk uang tunai dalam berbagai mata uang yang bernilai miliaran rupiah serta barang bukti elektronik.
"Kami menyita sejumlah barang bukti elektronik dan uang tunai bernilai miliaran rupiah yang diyakini terkait dengan aliran suap ini," tambah Abdul Qohar.
Setelah penggeledahan dan pemeriksaan selesai, keempat tersangka resmi ditahan.
BACA JUGA:Kecelakaan Tragis di Prabumulih: Pengemudi Mobil Pelat Merah Tewas !
BACA JUGA:Baturaja Timur Mendadak Gempar : Dokter Ditemukan Tewas Tragis di Ruang Praktik !
Tiga hakim ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Surabaya, sementara pengacara LR ditahan di Rutan Salemba, cabang Kejaksaan Agung.
Penahanan ini dilakukan untuk mempermudah proses penyidikan lebih lanjut, mengingat kompleksitas kasus yang melibatkan banyak pihak.
Ketiga hakim tersebut dijerat dengan Pasal 5 Ayat 2 Juncto Pasal 6 Ayat 2 Juncto Pasal 12 huruf e Juncto Pasal 12B Juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Sedangkan tersangka LR, sebagai pemberi suap, dijerat dengan Pasal 5 Ayat 1 Juncto Pasal 6 Ayat 1 Juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 Juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
Kasus ini berawal dari pembebasan Gregorius Ronald Tannur, putra dari anggota DPR nonaktif Edward Tannur, yang didakwa atas pembunuhan kekasihnya, Dini Sera Afriyanti.
Pada Juli 2024, Ronald Tannur dinyatakan bebas oleh Majelis Hakim PN Surabaya, yang dipimpin oleh Erintuah Damanik.
Ronald Tannur sebelumnya didakwa oleh Jaksa Penuntut Umum dengan Pasal 338, 351 Ayat 1 dan 3, serta Pasal 359 KUHP terkait penganiayaan berat yang menyebabkan kematian terhadap Dini Sera Afriyanti.
Insiden penganiayaan tersebut terjadi di sebuah tempat hiburan malam, di mana korban ditemukan tewas dengan luka serius yang diduga akibat kekerasan.
Jaksa Penuntut Umum menuntut Ronald Tannur dengan hukuman 12 tahun penjara, namun dalam putusannya, Majelis Hakim PN Surabaya menilai bahwa kematian korban tidak disebabkan oleh penganiayaan berat.
Melainkan karena konsumsi alkohol yang berlebihan. Putusan ini memicu kontroversi dan kecurigaan dari berbagai pihak, yang akhirnya memicu penyelidikan lebih lanjut oleh Kejaksaan Agung.
Dalam penyelidikan yang dilakukan oleh tim Kejaksaan Agung, ditemukan dugaan bahwa pembebasan Ronald Tannur bukanlah murni hasil pertimbangan hukum, melainkan dipengaruhi oleh suap atau gratifikasi yang diberikan kepada ketiga hakim.