- 12 set seragam PT Bobby Jaya Perkasa
- 1 akun Facebook atas nama Sandri Gemini
- 2 cap stempel
Semua barang bukti tersebut saat ini dititipkan di PT Bukit Asam untuk diamankan sementara, dengan pengawasan dari Polres Muara Enim.
Kegiatan penambangan ilegal yang dilakukan oleh BC tidak hanya berdampak pada lingkungan, tetapi juga menyebabkan kerugian finansial bagi negara.
Berdasarkan perhitungan ahli dari Surveyor Indonesia, kerugian negara akibat aktivitas ilegal ini mencapai 36 juta US Dollar atau setara dengan Rp 556,884 miliar.
Angka ini didapatkan dari jumlah batubara yang ditambang secara ilegal tanpa membayar royalti dan pajak kepada negara selama lima tahun.
BC dikenakan pasal 158 Undang-Undang RI Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Menurut pasal tersebut, setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP), Izin Pertambangan Rakyat (IPR), atau Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) dapat dikenakan hukuman pidana penjara paling lama lima tahun serta denda maksimal Rp 100 miliar.
Kombes Bagus menegaskan bahwa tindakan tegas ini merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk menegakkan hukum dalam industri pertambangan, terutama terkait dengan aktivitas penambangan ilegal yang telah merugikan negara.
“Kami akan terus mengejar pelaku lain yang terlibat dalam jaringan penambangan ilegal di wilayah Sumatera Selatan. Tidak hanya pelaku utama, tetapi juga seluruh pihak yang terlibat dalam rantai ilegal ini,” tambahnya.
BC, yang bernama lengkap Bobby Candra, dikenal sebagai pengusaha yang bergerak di bidang pertambangan melalui perusahaan PT Bobby Jaya Perkasa.
Meskipun usahanya terdaftar, kegiatan penambangan yang dilakukan BC di beberapa lokasi ternyata ilegal, tanpa izin resmi dari pemerintah.
PT Bobby Jaya Perkasa diketahui beroperasi di beberapa wilayah di Sumatera Selatan, namun aktivitas ilegalnya paling banyak ditemukan di Dusun II, Desa Penyandingan, Kecamatan Tanjung Agung, Muara Enim.
Selama lima tahun beroperasi, BC diduga memiliki jaringan yang cukup luas dalam menjalankan aktivitas ilegalnya.
Ia tidak hanya terlibat dalam penambangan batubara, tetapi juga dalam tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang berasal dari hasil tambang ilegal.