Update ! Kurs Rupiah 3 Oktober 2024 : Melemah 65 Poin Menjadi Rp15.333 per Dolar AS

Kamis 03 Oct 2024 - 11:07 WIB
Reporter : Echi
Editor : Zen Kito

Kuatnya data tenaga kerja memperkuat spekulasi bahwa kebijakan ini akan berlanjut, yang mengakibatkan arus modal berpindah dari pasar negara berkembang ke aset yang lebih aman seperti dolar AS.

Selain data ekonomi AS, faktor geopolitik juga turut mempengaruhi pelemahan rupiah.

Ketegangan yang meningkat di Timur Tengah, khususnya antara Iran dan Israel, semakin memperkuat posisi dolar AS sebagai mata uang safe haven.

BACA JUGA:Update ! Kurs Rupiah 13 September 2024 : Menguat 29 Poin Menjadi Rp15.410 per Dolar AS

BACA JUGA:Update ! Kurs Rupiah 12 September 2024 : Tergelincir 23 Poin Menjadi Rp15.425 per Dolar AS

Baru-baru ini, Iran meluncurkan serangan rudal balistik ke Israel sebagai respons terhadap kematian salah satu pemimpin Hizbullah.

Situasi ini menciptakan ketidakpastian yang lebih tinggi di pasar global, memicu peningkatan permintaan terhadap dolar AS yang dianggap sebagai aset aman di tengah ketidakstabilan geopolitik.

"Ketegangan di Timur Tengah membuat pasar semakin beralih ke aset safe haven seperti dolar AS. Ketidakpastian global ini mempengaruhi nilai tukar rupiah, yang berpotensi semakin melemah jika situasi terus memburuk," tambah Lukman.

Lukman memproyeksikan bahwa dalam jangka pendek, rupiah akan terus dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi AS dan ketegangan geopolitik internasional.

Dengan pasar yang terus mencermati kebijakan moneter AS dan perkembangan di Timur Tengah, nilai tukar rupiah diperkirakan akan bergerak di kisaran Rp15.275 hingga Rp15.400 per dolar AS dalam beberapa hari ke depan.

"Jika data tenaga kerja AS yang lebih kuat ini diikuti dengan data lain yang juga positif, serta ketegangan di Timur Tengah meningkat, rupiah bisa saja terus melemah di atas Rp15.400 per dolar AS. Namun, jika situasi mulai mereda, ada kemungkinan nilai tukar rupiah kembali menguat, meski perlahan," kata Lukman.

Pelemahan rupiah ini tidak hanya berdampak pada nilai tukar semata, tetapi juga berpotensi mempengaruhi sektor lain dalam perekonomian Indonesia.

Dalam kondisi seperti ini, harga barang-barang impor cenderung meningkat karena pelaku usaha harus membayar lebih banyak dalam rupiah untuk mendapatkan dolar AS yang digunakan dalam transaksi internasional.

Sektor-sektor yang sangat bergantung pada impor, seperti manufaktur dan energi, mungkin akan merasakan tekanan yang lebih besar, terutama dalam hal biaya produksi.

Di sisi lain, sektor-sektor yang berorientasi ekspor dapat merasakan keuntungan dari pelemahan rupiah, karena produk-produk Indonesia menjadi lebih kompetitif di pasar internasional.

Meski demikian, pemerintah dan Bank Indonesia (BI) terus memonitor pergerakan ini dengan seksama.

Kategori :