Calon Tunggal Tidak Mengurangi Makna Demokratis Pilkada

Minggu 15 Sep 2024 - 17:11 WIB
Reporter : Popa Delta
Editor : Maryati

Calon tunggal sebenarnya bukan hal baru dalam sistem demokrasi di Indonesia.

Pada beberapa pemilihan kepala desa, fenomena serupa sering terjadi, dan masyarakat sudah terbiasa dengan istilah "bumbung kosong" yang merujuk pada ketiadaan calon lawan.

Fenomena ini telah diatur dengan jelas dalam undang-undang dan peraturan pemilu, sehingga tidak mengurangi esensi demokrasi itu sendiri.

Kehadiran calon tunggal justru bisa dianggap sebagai bentuk kejujuran dari partai politik dan masyarakat.

Partai politik yang tidak mampu mengajukan calon alternatif berarti tidak ingin sekadar "mengisi kekosongan" dengan kandidat yang asal-asalan.

Mereka menghargai proses pemilihan dengan tidak memaksakan calon yang tidak layak.

Sementara itu, masyarakat di daerah dengan calon tunggal sering kali menunjukkan tingkat kepercayaan yang tinggi terhadap pemimpin petahana.

Jika pemimpin tersebut telah membuktikan kinerjanya, maka masyarakat merasa tidak perlu ada perubahan dalam kepemimpinan.

Selain menjadi momentum politik, Pilkada juga membawa dampak ekonomi yang signifikan, terutama bagi sektor usaha kecil dan menengah (UMKM).

Salah satu contohnya adalah usaha konveksi dan percetakan yang kebanjiran pesanan selama masa kampanye Pilkada.

Di Surabaya, misalnya, beberapa usaha konveksi mencatat peningkatan pesanan kaos kampanye hingga lima kali lipat menjelang Pilkada.

Hal ini menunjukkan bahwa Pilkada tidak hanya berkaitan dengan aspek politik, tetapi juga berdampak pada pertumbuhan ekonomi lokal.

Para pelaku usaha kecil mendapatkan kesempatan untuk meningkatkan pendapatan mereka selama periode kampanye, yang merupakan bagian dari siklus ekonomi yang sehat.

Pilkada dengan calon tunggal juga berfungsi sebagai bagian dari pendidikan politik bagi masyarakat.

Proses ini mengajarkan masyarakat tentang hak-hak mereka dalam demokrasi dan pentingnya berpartisipasi dalam memilih pemimpin yang akan memimpin daerah mereka selama lima tahun ke depan.

Di Indonesia, di mana sistem politik terus berkembang, setiap Pilkada menjadi sarana untuk membangun kesadaran demokrasi yang lebih dalam.

Kategori :