Pengungkapan kasus ini berawal dari laporan masyarakat pada awal Juli 2024 mengenai maraknya peredaran obat tersebut.
Polisi kemudian melakukan penyelidikan intensif dan berhasil mengungkap peredaran poppers di Bekasi Utara.
Tersangka pertama yang ditangkap adalah RCL, yang kemudian mengaku bahwa obat tersebut diimpor langsung dari China melalui seorang pelaku berinisial E dan dijual melalui toko daring (marketplace).
BACA JUGA:Polisi Ungkap Dua Tahanan Terlibat atas Kematian Napi di Lapas Mata Merah Palembang : Ini Motifnya !
Namun, setelah pelarangan dari BPOM, RCL mengubah strategi penjualan dengan mengedarkan obat tersebut melalui komunitas tertentu serta menawarkan langsung kepada pelanggan-pelanggan lama melalui media sosial.
Selain RCL, penyidik juga berhasil mengungkap kasus peredaran obat perangsang di wilayah Banten dan menangkap dua tersangka lainnya, yakni P dan MS.
Kedua tersangka ini telah menjual obat perangsang sejak awal tahun 2022 dengan memanfaatkan media sosial X dan aplikasi khusus LGBTQ bernama Hornet.
Mereka juga mengimpor obat berbahaya tersebut dari seorang WNA China berinisial L.
Saat ini, pelaku E dan L yang merupakan eksportir obat tersebut masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).
Sementara itu, para tersangka yang berhasil ditangkap dijerat dengan Pasal 435 Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan terkait dengan sediaan farmasi, yang membawa ancaman hukuman penjara maksimal 12 tahun dan denda sebesar Rp5 miliar.
Penangkapan ini diharapkan menjadi peringatan bagi masyarakat mengenai bahaya penggunaan obat-obatan terlarang seperti poppers serta pentingnya kesadaran untuk melaporkan kegiatan mencurigakan kepada pihak berwenang.
Mukti Juharsa mengapresiasi peran aktif masyarakat dalam membantu mengungkap kasus ini dan berharap kerjasama yang baik antara masyarakat dan kepolisian dapat terus ditingkatkan.
Kasubdit 3 Dittipidnarkoba, Kombes Pol Suhermanto, menekankan pentingnya edukasi dan penyuluhan kepada masyarakat tentang bahaya obat-obatan terlarang dan peredaran gelap.
"Masyarakat perlu mendapatkan informasi yang cukup mengenai risiko dan dampak buruk dari penggunaan obat-obatan terlarang seperti poppers. Edukasi yang tepat bisa mencegah penyalahgunaan dan menurunkan angka peredaran gelap," ujarnya.
Selain itu, Suhermanto juga mengingatkan agar masyarakat selalu waspada terhadap penawaran produk yang mencurigakan, baik melalui media sosial maupun toko daring.