Merawat Akal Sehat di Tengah Badai Informasi Digital: Menjaga Pikiran Tetap Waras di Era Hoaks

Merawat akal sehat di tengah badai informasi-Foto : ANTARA-
Menjadi tugas media massa arus utama untuk mengambil peran sebagai penjernih informasi karena sejak mula kehadirannya telah memiliki fitrah dalam fungsi edukasi publik.
Media massa, dari pendiri hingga jurnalis di lapangan adalah SDM profesional di bidang pemberitaan, yang bekerja berdasarkan idealisme dan berpedoman kode etik sehingga setiap berita diproduksi dan disebarluaskan secara bertanggung jawab.
Pada bagian lain, sebagian masyarakat yang merupakan konsumen media, lebih meminati sensasi ketimbang edukasi.
Kecondongan yang membuat kerumunan warganet berada di media sosial, platform yang dirasa lebih menghibur.
Selera receh warganet tak urung bisa membuat para penyaji informasi berkualitas menjadi frustrasi, karena produk berita yang melewati proses sedemikian rupa untuk memenuhi standar layak siar akan kalah laku dengan konten medsos yang dibuat serampangan tapi dianggap lucu.
Mungkin telah lebih dari satu dekade terakhir media massa digital terpaksa mengikuti selera pasar hingga rela menurunkan kualitas produksi.
Hal itu terlihat dari topik-topik bahasan yang diangkat mengacu pada isu populer dan pemilihan judul yang umpan klik demi menaikkan trafik dan keterikatan audiens.
Menjadi lazim konten hiburan, gosip, tutorial bahkan berbau klenik mendominasi suguhan menu berita media massa. Berita politik, ekonomi, sosial sering kalah prioritas dibanding kabar artis, skandal, atau hal viral.
Seolah-olah timeline medsos berpindah ke layar media.
Ketika sensasi mengalahkan substansi, kecepatan mengalahkan akurasi, dan trending mengalahkan kepentingan publik, akhirnya redaksi tak lagi menjadi penentu arah informasi karena turut menjadi pengikut algoritma media sosial.
Media bukan memberi informasi yang seharusnya diketahui melainkan menyajikan apa yang diinginkan publik.
Kalau saja media arus utama teguh pendirian tak tergiur mengikuti selera receh pasar, maka legitimasinya semakin tinggi dan membuat garis pembeda dengan media sosial tampak nyata.
Mungkin bukan perkara mudah untuk tetap menjadi waras di tengah kepungan badai informasi.
Makin samarnya garis pembeda antara berita nyata atau hasil rekayasa, membuat jalan lurus ke arah kebenaran terasa sunyi dan sendiri.
Mana yang lebih baik, waras kesepian atau sesat bersama keramaian orang?