Apresiasi Menteri ATR Minta Maaf untuk Akhiri Polemik

Wakil Ketua Komisi II DPR RI Bahtra Banong di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta-Foto: Antara-
BACA JUGA:Simpan Sabu Dalam Celana Dalam, Resedivis Narkotika Kembali Diciduk
Adapun, anggota Komisi II DPR RI Indrajaya menilai sikap terbuka dan kesediaan Nusron untuk mengakui kekeliruan serta meminta maaf atas pernyataan yang dilontarkannya sebagai contoh positif yang perlu diapresiasi.
“Pernyataan maaf tersebut menunjukkan bahwa Menteri Nusron memiliki keberanian dan kerendahan hati untuk meluruskan pernyataan yang menimbulkan kegaduhan di masyarakat. Ini langkah baik untuk menjaga kepercayaan publik,” ujar Indrajaya dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Selasa (12/8).
Meski demikian, Indrajaya mengingatkan agar permintaan maaf tersebut menjadi momentum bagi Kementerian ATR/BPN untuk lebih fokus menangani permasalahan besar di sektor pertanahan, khususnya praktik mafia tanah yang merugikan rakyat kecil dan menghambat investasi.
BACA JUGA:MenkoPolkam: TNI Profesional Dalam Tangani Kasus Prada Lucky
BACA JUGA:Desain Aerodinamis dan Mesin Irit, Honda RSX 2025 Siap Gaet Pecinta Motor Bebek
“Kami di Komisi II DPR RI berharap Menteri Nusron segera mengarahkan seluruh jajaran di ATR/BPN untuk memberantas mafia tanah secara serius, tegas, dan terukur. Banyak rakyat yang menjadi korban, sehingga langkah nyata sangat dibutuhkan,” tuturnya.
Sebelumnya, Selasa (12/8), Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid menyampaikan permohonan maaf terkait pernyataannya yang viral dan menimbulkan kesalahpahaman di masyarakat.
"Saya Menteri ATR/BPN Nusron Wahid menyampaikan permohonan maaf kepada masyarakat Indonesia, kepada publik, kepada netizen atas pernyataan saya beberapa waktu yang lalu yang viral dan menimbulkan polemik di masyarakat dan memicu kesalahpahaman," ujar Nusron dalam konferensi pers di Jakarta.
BACA JUGA:Presiden Prabowo Rapikan Baret Muhaimin
BACA JUGA:Targetkan Masuk Tiga Besar dalam Pemilu 2029
Dengan ketulusan dan kerendahan hati, dirinya meminta izin untuk menegaskan bahwa maksud utamanya adalah menjelaskan kebijakan pertanahan, khususnya terkait tanah telantar yang sejatinya ingin disampaikan sesuai amanat pasal 33 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945.
Isi pasal 33 ayat 3 UUD 1945 yaitu bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
"Kita perlu jujur mengakui ada jutaan hektare tanah dengan status Hak Guna Usaha (HGU) dan Hak Guna Bangunan (HGB) yang kondisinya terlantar, tidak produktif, dan tidak memberikan manfaat secara optimal bagi masyarakat," ujarnya.
BACA JUGA:Kunci Kemerdekaan dan Kedaulatan