Tradisi Unik ‘Azan Pitu’ : Seruan Tujuh Suara yang Menembus Zaman !

Tradisi Unik ‘Azan Pitu’-Foto : ANTARA -
Momen tersebut, kini semakin syahdu, karena bertepatan dengan momen bulan suci Ramadhan 1446 Hijriah/2025.
Tradisi azan pitu bermula dari masa Sunan Gunung Jati atau Syekh Syarif Hidayatullah, salah satu anggota Wali Sanga.
BACA JUGA: Jeruk Santang : Buah Imut yang Manis dan Laris di Pasaran
BACA JUGA:Rumah Adat Marga Pangkalan Balai : Destinasi Wisata Sejarah yang Terus Terjaga di Banyuasin !
Pada zamannya, dikisahkan ada penyakit mewabah di Keraton Cirebon.
Bahkan, Nyimas Pakungwati, istri Sunan Gunung Jati, juga terjangkit wabah itu. Banyak masyarakat yang sakit maupun meninggal dunia.
“Sunan Gunung Jati kemudian memohon petunjuk kepada Allah SWT. Kemudian beliau mendapat petunjuk bahwa wabah akan hilang jika azan dikumandangkan oleh tujuh orang secara bersamaan,” kata salah satu pengurus Masjid Agung Sang Cipta Rasa Kiai Ahmad ketika ditemui ANTARA.
Setelah petunjuk itu dilaksanakan, wabah itu perlahan mereda.
Sejak saat itulah, tradisi azan pitu terus dilestarikan sebagai bentuk syukur dan permohonan perlindungan kepada Yang Maha Kuasa.
Ahmad mengatakan dahulu, azan ini dikumandangkan setiap shalat lima waktu.
Namun, seiring perkembangan zaman, pelaksanaannya kini hanya dilakukan pada hari Jumat.
Dalam tradisi Jawa, angka tujuh kerap dianggap sakral.
Dalam konteks azan pitu, angka ini melambangkan ikhtiar sebagai penolak bala.
Tujuh suara yang bersatu dalam azan ini menjadi simbol doa bersama untuk keselamatan dan kesejahteraan.
Tradisi ini, bahkan juga dipraktikkan saat pandemi COVID-19 melanda Indonesia.