Tradisi Unik ‘Azan Pitu’ : Seruan Tujuh Suara yang Menembus Zaman !

Tradisi Unik ‘Azan Pitu’-Foto : ANTARA -

Setelah azan pitu dikumandangkan, angka paparan virus Corona di sekitar masjid tidak sebanyak di wilayah lain.

Kenyataan itu menunjukkan bahwa tradisi ini tidak hanya sekadar ritual budaya, tetapi juga sarana spiritualitas yang diyakini membawa berkah bagi masyarakat sekitar.

Uniknya, para muazin yang bertugas bukan sembarang orang.

Mereka berasal dari keluarga Keraton Kasepuhan dan Kanoman.

Jika ada yang meninggal, posisinya digantikan oleh anggota keluarga lainnya.

Syarat untuk menjadi muazin cukup sederhana, namun penting, yakni harus bisa membaca Al-Quran dengan fasih, memiliki iman yang kuat, serta berakhlak Islami.

Salah satu muazin, Munandi (35), telah menjalankan tugas ini selama tujuh tahun, meneruskan jejak ayahnya.

Bagi Munandi, menjadi bagian dari tradisi ini adalah tanggung jawab besar, sekaligus kebanggaan.

Ada rasa senang, tetapi juga beban karena ini adalah amanah yang harus dijaga.

Masjid Agung Sang Cipta Rasa sendiri memiliki sejarah yang tidak kalah menarik.

Dibangun pada tahun 1480 oleh Sunan Gunung Jati, masjid ini didesain oleh dua tokoh besar, Sunan Kalijaga dan Raden Sepat.

Konon, pembangunannya hanya memakan waktu semalam, dikerjakan oleh 500 pekerja dari Kerajaan Majapahit, Demak, dan Cirebon.

Arsitektur masjid ini memadukan gaya Jawa dan Hindu Majapahit. Gapura di halaman masjid, atap yang menyerupai rumah joglo, serta mihrab yang dihiasi motif tertentu adalah bukti nyata akulturasi budaya yang terjalin di masa lampau.

Masjid ini memiliki sembilan pintu sebagai akses masuk. Pintu utama, yang hanya dibuka pada hari-hari besar Islam, melambangkan penghormatan dan kerendahan hati.

Sementara delapan pintu lainnya lebih rendah ukurannya, mengingatkan kalau semua manusia memiliki kedudukan yang sama di hadapan Tuhan.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan